STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
Standar Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah
Faridah Alawiyah
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI
Jl. Gatot Subroto Senayan Jakarta
Naskah diterima: 12 April 2017
Naskah dikoreksi: 24 Mei 2017
Naskah Diterbitkan: Juni 2017
Abstrak: Pendidikan merupakan aspek penting dalam pembangunan bangsa. Namun prestasi pendidikan di PT
Indonesia saat ini belum mencapai kualitas pendidikan terbaik. Berbagai kebijakan dalam upaya perbaikan
mutu pendidikan sudah dilakukan oleh pemerintah dan masih dalam proses. Implementasi dari
Pendidikan di Indonesia mengacu pada delapan standar yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
The material of these standard has been contained in various government policies. However, in order to achieve
goals of these standards are still encountered various problems such as the low quality of education. This article
tries to describe in general the standardization of education, eight national standards of education, and various
problems in the achievement of national education standards at the level of primary and secondary education.
Education that meets the standards must be met based on various criterias that have been set forth in various
laws and regulations. The results of this article estabished that the standard of education still faces various
problems, especially on the components of graduate competency standards, inadequate standards of facilities
and infrastructure, standard of educator and education personnel, and also management of standards.
Keywords: education, standardization of education, national education standards, education problems
Abstrak: Pendidikan merupakan aspek penting dalam pembangunan bangsa. Namun, pencapaian pendidikan di
Indonesia saat ini belum mencapai kualitas pendidikan terbaik. Berbagai kebijakan dalam upaya meningkatkan
kualitas pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah dan masih terus berlanjut. Pelaksanaan pendidikan di
Indonesia mengacu pada delapan standar yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Materi
standar ini telah terkandung dalam berbagai kebijakan pemerintah. Namun, untuk mencapai tujuan standar ini
masih ditemui berbagai masalah seperti rendahnya mutu pendidikan. Artikel ini mencoba untuk mendeskripsikan
secara umum standardisasi pendidikan, delapan standar pendidikan nasional, dan berbagai masalah dalam
pencapaian standar pendidikan nasional di tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan yang memenuhi
standar harus dipenuhi berdasarkan berbagai kriteria yang telah ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-
undangan. Dari hasil artikel ini diketahui bahwa standar pendidikan masih menghadapi berbagai masalah,
terutama pada komponen standar kompetensi lulusan, standar sarana dan prasarana yang tidak mencukupi,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, serta pengelolaan standar.
Kata kunci: pendidikan, standardisasi pendidikan, standar nasional pendidikan, masalah pendidikan
Pendahuluan
Pendidikan merupakan sektor penting dan utama
dalam pembangunan bangsa. Negara bertanggung
jawab penuh atas pendidikan dalam mencetak
menciptakan penerus bangsa. Berbagai kebijakan dan
program pendidikan selalu digulirkan dan diupayakan
untuk membangun dan memperbaiki bidang
pendidikan. Pada periode Presiden Joko Widodo pun
pendidikan menjadi prioritas utama yang tertuang
dalam program unggulan Nawacita dalam poin
kelima cara meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan
dan pelatihan dengan Program Indonesia Pintar
dan dengan wajib belajar 12 tahun bebas pungutan.
Dalam program Nawacita yang diterbitkan pada era
pemerintahan Presiden Jokowi dalam kedelapan poin
juga peningkatan kesejahteraan dan karir
guru yang bugar di daerah daerah, pemerataan
fasilitas pendidikan dengan pelayanan pendidikan
rendah dan buruk, memperbaiki akses menuju
sekolah, rekrutmen dan distribusi guru berkualitas.
Secara kuantitas penyelenggaraan dan
pemenuhan hak untuk memperoleh pendidikan
bagi warga negara hampir dapat terwujud. Hal ini
dapat dilihat dengan terus Angka
Partisipasi Sekolah pada pendidikan formal dan
Angka Partisipasi Kasar.
Bila melihat tabel, angka partisipasi sekolah
usia 7 sampai 12 tahun sudah mencapai 98%, usia
13–15 tahun 94,79%, dan usia 16–18 tahun 70,68%.
Hal ini menunjukan pada usia sekolah 7 sampai 15
tahun hampir seluruhnya telah mengikuti pendidikan
formal yang pada rentang usia tersebut berjenjang
SD dan sederajat, dan SMP dan sederajat.
Akan tetapi, tugas bidang pendidikan tidak
hanya pada pencapaian kuantitas pendidikan,
pemerataan pendidikan, atau pemenuhan hak
memperoleh pendidikan saja, lebih dari itu kualitas
penyelenggaraannya pun harus tetap di perhatikan.
Problemnya, pencapaian pemenuhan kuantitas belum
sebanding dengan pencapaian kualitas pendidikan.
Saat ini pendidikan di Indonesia masih belum bisa
bersanding dengan negara maju lainnya. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil studi PISA (Program
for International Student Assessment) tahun 2015
yang menunjukkan Indonesia baru bisa menduduki
peringkat 69 dari 76 negara.1
Bahkan secara global,
Indonesia berada di posisi 108 di dunia dengan skor
0,603. Secara umum kualitas pendidikan di tanah
air berada di bawah Palestina, Samoa dan Mongolia.
Hanya sebanyak 44% penduduk menuntaskan
pendidikan menengah. Sementara 11% murid gagal
menuntaskan pendidikan alias keluar dari sekolah.2
Hal ini menunjukkan adanya kekurangan dalam
penyelenggaraan pendidikan serta masih menjadi
tugas besar bagi negara untuk terus berpacu dalam
menyelenggarakan pendidikan yang bermutu
sehingga dapat bersaing dengan negara lainnya.
1 Peringkat Pendidikan Indonesia Masih Rendah, http://
www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2016/06/1/
peringkat-pendidikan-indonesia-masih-rendah-372187,
diakses tanggal 5 Mei 2017. 2 Rangking Pendiidkan Negara Negara Asean, http://
www.dw.com/id/rangking-pendidikan-negara-negara-
asean/g-37594464, diakses tanggal 5 Mei 2016.
Standar Pendidikan di Indonesia
diselenggarakan oleh satuan pendidikan dengan
mengacu pada delapan Standar Pendidikan
Nasional (SNP). Standar tersebut adalah standar
kompetensi lulusan, standar isi, standar proses,
standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar evaluasi, standar pembiayaan,
standar sarana dan prasarana. Kedelapan standar
harus dicapai dalam penyelenggaraan pendidikan
pada setiap satuan pendidikan. Akan tetapi, dalam
pelaksanaannya ternyata terdapat banyak masalah
yang dihadapi. Contohnya saja, persoalan sarana
dan prasarana yang tidak layak. satu dari enam
ruang kelas Sekolah Dasar rusak.3
Setidaknya
ada 6,6 juta anak yang terancam bahaya karena
belajar di ruang kelas yang rusak dan bisa roboh
kapan saja.4
Pada periode masa sidang 2016 lalu,
Komisi X telah membentuk Panitia Kerja (Panja)
Sarana dan Prasarana, ditemukan banyak sekali
masalah sarana dan prasarana yang tidak memadai.5
Terutama persoalan tidak layaknya ruang kelas
serta bangunan sekolah, selain itu juga kurangnya
fasilitas belajar, perpustakaan, labolatorium, ruang
praktik di SMK, dan banyak masalah lainnya. Panja
Sarana dan Prasarana Komisi X DPR RI memberikan
rekomendasi kepada Pemerintah untuk membuat
3 Aksi Kamu, Inilah Cara Kamu untuk Membantu,
https://yappika-actionaid.or.id/campaign/sekolahaman/
donasi?gclid=Cj0KEQjwyZjKBRDu--WG9ayT_ZEBEi
QApZBFuL3Lqkm8O1VHJ7xYhJ4QZ3ihCTgMjXJvq9
4FL7LJlbUaAqQ18P8HAQ, diakses tanggal 5 Mei 2015. 4 6.6 Juta Anak Terancam Bahaya karena Belajar di Kelas
Rusak, http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/
eduaction/17/05/03/opdwyd384-66-juta-anak-terancam-
bahaya-karena-belajar-di-kelas-rusak, diakses tanggal 6
Mei 2017. 5 DPR Temukan Banyak Sarana Prasarana pendidikan tak
Memadai, https://kabarindonesiapintar.com/2017/02/07/
dpr-temukan-banyak-sarana-prasarana-pendidikan-tak-
memadai/, diakses tanggal 6 Mei 2017.
Tabel 1. APK dan APM
Indikator 2014 2015 2016
PARTISIPASI PENDIDIKAN FORMAL
Angka Partisipasi Sekolah (APS) 7–12 th 98,83 98.59 98.98
Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13–15 th 94,32 94.59 94.79
Angka Partisipasi Sekolah (APS) 16–18 th 70,13 70.32 70.68
Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI 108.78 109.94 109.20
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs 88.43 90.63 89.98
Angka Partisipasi Kasar (APK) SM/MA 73.95 77.39 80.44
Sumber: BPS-RI, Susenas 1
kebijakan afirmatif, contohnya adalah membuat
Inpres untuk sarana dan prasarana, berkala empat
hingga lima tahun.6
Sarana dan prasarana hanya
merupakan salah satu dari delapan standar yang
perlu dipenuhi dan masih terdapat tujuh standar
lainnya yang juga menghadapai berbagai kendala
dan perlu dibenahi.
Salah satu acuan untuk menilai seberapa
jauh angka mutu penyelenggaraan pendidikan
di Indonesia adalah melalui akreditasi sekolah.
Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),
antara tahun 2014 sampai 2017 capaian akreditasi
dengan nilai capaian minimal terakreditasi “B” SD
84%, SMP 81%, SMA 85%, SMK 65%. Hal tersebut
menunjukkan masih terdapat banyak sekolah yang
berada di bawah standar minimal, terutama untuk
tingkat SMK yang masih rendah, 35% Sekolah
SMK memiliki nilai di bawah standar.
Menurut BSNP, mutu pendidikan dasar
dan menengah di Indonesia belum seperti yang
diharapkan. Hasil pemetaan mutu pendidikan
secara nasional pada tahun 2014 menunjukkan
hanya sekitar 16% satuan pendidikan yang
memenuhi Standar Nasional Pendididkan (SNP).
Artinya sebagian besar satuan pendidikan belum
memenuhi SNP, bahkan ada satuan pendidikan
yang masih belum memenuhi Standar Pelayanan
Minimal (SPM) (Dokumen Pedoman Umum
Sistem Penjaminan Mutu Pendididikan Dasar
dan Menengah. Direktorat Jenderal Pendididikan
Dasar dan Menengah Tahun 2016). Kondisi
seperti ini perlu dicermati dan kemudian dilakukan
pembenahan.
Tulisan ini, akan menggambarkan apa itu
standardisasi pendidikan, komponen SNP, serta
berbagai masalah yang dihadapi dalam pencapaian
SNP pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Standardisasi Pendidikan
Standar dalam dunia industri merupakan suatu
kebutuhan sebagai dasar dalam memudahkan proses
produksi dalam menjamin kualitas yang memuaskan
sehingga bebas dari kekurangan dan hal tersebut
juga masuk dalam bidang pendidikan (Tilaar, 2012,
35–36). Standardisasi merupakan pengejewantahan
dari “semua dapat diukur”, dan ketika semua dapat
diukur maka akan tercapai efisiensi dan diketahui
kualitas suatu produk atau jasa (Tilaar, 2012:48).
Standar diperlukan dalam bidang pendidikan, hal
ini dikarenakan pendidikan merupakan sebuah
6 DPR Beri Rekomendasi Atasi Minimnya Sarana
Prasarana Serkolah, https://fraksigolkar.or.id/2017/05/10/
dpr-beri-rekomendasi-atasi-minimnya-sarana-prasarana-
sekolah/, Diakses tanggal 6 Mei 2017.
proses dengan tujuan yang jelas dan menjadikannya
sebagai sebuah sistem yang kita kenal dengan
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Dalam konteks Sisdiknas diperlukan standar
yang perlu dicapai dalam mencapai tujuan.
Perlunya standar pendidikan disebutkan Tilaar
(2012: 76–77) dikarenakan beberapa alasan antara
lain pertama, standardisasi pendidikan nasional
merupakan tuntutan politik untuk menilai sejauh
mana warga negara mempunyai visi yang sama
serta pengetahuan dan keterampilan dalam
mengembangkan negara. Kedua, standardisasi
pendidikan nasional merupakan tuntutan globalisasi
di mana Indonesia sebagai bagian dari dunia bersaing
dan perlunya untuk terus meningkatkan kualitas
agar tidak menjadi budak bangsa lain. Ketiga,
standardisasi pendidikan nasional merupakan
tuntutan dari kemajuan di mana Indonesia sebagai
negara berkembang akan terus meningkatkan
kualitas dalam meningkatkan martabatnya untuk
menjadi negara maju dengan kualitas sumber daya
manusia yang tinggi dan dapat berpartisipasi dalam
meningkatkan mutu kehidupan manusia.
Dalam hal tersebut di atas, standar menjadi
patokan dalam menentukan acuan penyelenggaraan
pendidikan dalam upaya mencapai tujuan.
Penyelenggaraan pendidikan bukan hanya terbatas
pada terselenggaranya pendidikan tetapi lebih pada
pendidikan yang bermutu.
Dalam konsep lain, pendidikan sebagai salah
satu jasa layanan yang harus bermutu. Dunia
pendidikan diposisikan sebagai institusi jasa atau
dengan kata lain industri jasa yang memberikan
pelayanan sesuai yang diinginkan oleh pelanggan
dan kemudian dibutuhkan sistem yang mampu
membudayakan institusi pendidikan agar lebih
bermutu (Zazin, 2011: 62–63). Zazin melanjutkan
bahwa mutu sesungguhnya diukur dengan mutu
produksi sesuai dengan kriteria dengan spesifikasi,
cocok dengan pembuatan, dan penggunaan, tanpa
cacat, dan selalu baik sejak awal.
Pendidikan di Indonesia telah disusun dalam
Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dalam UU
Sistem Pendidikan Nasional, karena SNP merupakan
kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah Indonesia. SNP ditetapkan pemerintah dan
harus dipenuhi oleh satuan pendidikan serta semua
pemangku kepentingan dalam mengelola dan
menyelenggarakan pendidikan. Terdapat alasan
mengapa standar nasional pendidikan diperlukan di
Indonesia yaitu pertama, Indonesia sebagai negara
berkembang di mana, komitmen pemerintah baik
pusat maupun daerah dalam mengeluarkan dana
pendidikan masih sangat minim. Kedua, sebagai
negara kesatuan diperlukan suatu penilaian dari
sistem kinerja Sisdiknas. Ketiga, Indonesia sebagai
anggota masyarakat global berada dalam pergaulan
bersama negara lainnya agar dapat dilihat kebutuhan
akan sumber daya manusia yang dapat bersaing
dengan negara lain sehingga kualitas pendidikan
menjadi indikator mutlak yang harus dipenuhi.
Keempat, fungsi SNP untuk melakukan pengukuran
kualitas pendidikan, dengan adanya standar yang
bukan merupakan ukuran yang statis akan tetapi
akan terus meningkat. Kelima, fungsi standar adalah
untuk pemetaan masalah pendidikan. Keenam,
fungsi SNP dalam rangka menyusun strategi dan
rencana pengembangan setelah diperoleh data dari
evaluasi belajar (Tilaar, 2012: 106-109).
Pentingnya standar untuk menjadikan acuan
dalam penyelenggaraan pendidikan nasional
menjadi suatu hal yang harus dipenuhi. SNP
berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam
rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu, SNP juga bertujuan menjamin mutu
pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat.7
Dengan adanya SNP, satuan pendidikan
dapat menjadikan SNP sebagai tolok ukur
penyelenggaraan pendidikan, SNP juga dijadikan
landasan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia terutama
di satuan pendidikan menjadi lebih mudah diukur
serta dinilai mutunya. Pencapaian standar dapat
menjadi tolok ukur untuk menentukan langkah
perbaikan serta kebijakan yang akan dilakukan
dalam meningkatkan mutu pendidikan.
SNP disusun oleh Badan Standard Nasional
Pendidikan (BSNP) yang merupakan lembaga yang
dibentuk pemerintah sesuai dengan amanat UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dalam Pasal 35 ayat (3) yang berisikan
tentang pengembangan SNP serta pemantauan dan
pelaporan pencapaian secara nasional dilaksanakan
oleh suatu badan standardisasi, penjaminan,
dan pengendalian mutu pendidikan. BSNP
merupakan lembaga independen dan profesional
yang mengemban misi untuk mengembangkan,
memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi
pelaksanaan standar nasional pendidikan.8
Tugas
dan kewenangan BSNP adalah membantu Menteri
Pendidikan Nasional dan memiliki kewenangan
untuk mengembangkan SNP, menyelenggarakan
Ujian Nasional (UN), memberikan rekomendasi
7 Standar Nasional Pendidikan, http://bsnp-indonesia.
org/?page_id=61, diakses tanggal 20 Mei 2017. 8 Tentang BSNP, Tugas dan Kewenangan, http://bsnp-
indonesia.org/?page_id=32, diakses tanggal 20 Mei 2017.
kepada pemerintah dan pemerintah daerah dalam
penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan,
merumuskan kriteria kelulusan pada satuan
pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah,
serta menilai kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan
kegrafikaan buku teks pelajaran. Standar yang
dikembangkan oleh BSNP berlaku efektif dan
mengikat semua satuan pendidikan secara nasional.
SNP yang disusun harus disempurnakan secara
terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global.
BSNP menjadi lembaga penting dalam
memastikan penyelenggaraan pendidikan bermutu.
BSNP tentunya perlu terus melakukan kajian dari
data yang diperoleh untuk selalu memperbaiki
dan meningkatkan kualitas pendidikan. BSNP
perlu diperkuat perannya dalam upaya menyusun
kebijakan mutu pendidikan melalui standar-
standar yang dibangun sesuai dengan kondisi
wilayah Indonesia yang kemudian agar dapat maju
bersama berdampingan bersama negara lain dalam
mewujudkan pendidikan yang bermutu.
Komponen Standar Nasional Pendidikan
SNP adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia. SNP digunakan
sebagai acuan dalam pengembangan kurikulum,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, dan pembiayaan (UU Sisdiknas Pasal
32 ayat (2)). SNP terdiri dari delapan standar yaitu
standar kompetensi lulusan, standar isi, standar
proses, standar pengelolaan, standar pendidik dan
tenaga kependidikan, standar evaluasi, standar
pembiayaan, standar sarana dan prasarana.
Hubungan antar-standar tersebut tergambar dalam
gambar 1.
Menurut BSNP, delapan standar dikembangkan
dan ditetapkan untuk mengukur, mengevaluasi,
menilai mutu pendidikan, yang hasilnya akan
menjadi acuan untuk menyusun program
peningkatan mutu pendidikan. Mengingat kondisi
pendidikan di Indonesia yang sangat beragam,
SNP dipastikan bukan untuk penyeragaman tetapi
justru untuk mengakomodir keberagaman, agar
pendidikan tetap dalam standar mutu sehingga
setiap satuan pendidikan memiliki kesempatan yang
sama dalam mendapatkan pendidikan bermutu.
Bila melihat Gambar 1, delapan standar tersebut
membentuk sebuah sistem penyelenggaraan
pendidikan melalui rangkaian komponen input
yang terdiri dari pengelolaan, pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana prasarana, dan pembiayaan.
Komponen proses yang terdiri dari isi, proses, dan
sistem kinerja Sisdiknas. Ketiga, Indonesia sebagai
anggota masyarakat global berada dalam pergaulan
bersama negara lainnya agar dapat dilihat kebutuhan
akan sumber daya manusia yang dapat bersaing
dengan negara lain sehingga kualitas pendidikan
menjadi indikator mutlak yang harus dipenuhi.
Keempat, fungsi SNP untuk melakukan pengukuran
kualitas pendidikan, dengan adanya standar yang
bukan merupakan ukuran yang statis akan tetapi
akan terus meningkat. Kelima, fungsi standar adalah
untuk pemetaan masalah pendidikan. Keenam,
fungsi SNP dalam rangka menyusun strategi dan
rencana pengembangan setelah diperoleh data dari
evaluasi belajar (Tilaar, 2012: 106-109).
Pentingnya standar untuk menjadikan acuan
dalam penyelenggaraan pendidikan nasional
menjadi suatu hal yang harus dipenuhi. SNP
berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam
rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu, SNP juga bertujuan menjamin mutu
pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat.7
Dengan adanya SNP, satuan pendidikan
dapat menjadikan SNP sebagai tolok ukur
penyelenggaraan pendidikan, SNP juga dijadikan
landasan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia terutama
di satuan pendidikan menjadi lebih mudah diukur
serta dinilai mutunya. Pencapaian standar dapat
menjadi tolok ukur untuk menentukan langkah
perbaikan serta kebijakan yang akan dilakukan
dalam meningkatkan mutu pendidikan.
SNP disusun oleh Badan Standard Nasional
Pendidikan (BSNP) yang merupakan lembaga yang
dibentuk pemerintah sesuai dengan amanat UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dalam Pasal 35 ayat (3) yang berisikan
tentang pengembangan SNP serta pemantauan dan
pelaporan pencapaian secara nasional dilaksanakan
oleh suatu badan standardisasi, penjaminan,
dan pengendalian mutu pendidikan. BSNP
merupakan lembaga independen dan profesional
yang mengemban misi untuk mengembangkan,
memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi
pelaksanaan standar nasional pendidikan.8
Tugas
dan kewenangan BSNP adalah membantu Menteri
Pendidikan Nasional dan memiliki kewenangan
untuk mengembangkan SNP, menyelenggarakan
Ujian Nasional (UN), memberikan rekomendasi
7 Standar Nasional Pendidikan, http://bsnp-indonesia.
org/?page_id=61, diakses tanggal 20 Mei 2017. 8 Tentang BSNP, Tugas dan Kewenangan, http://bsnp-
indonesia.org/?page_id=32, diakses tanggal 20 Mei 2017.
kepada pemerintah dan pemerintah daerah dalam
penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan,
merumuskan kriteria kelulusan pada satuan
pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah,
serta menilai kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan
kegrafikaan buku teks pelajaran. Standar yang
dikembangkan oleh BSNP berlaku efektif dan
mengikat semua satuan pendidikan secara nasional.
SNP yang disusun harus disempurnakan secara
terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global.
BSNP menjadi lembaga penting dalam
memastikan penyelenggaraan pendidikan bermutu.
BSNP tentunya perlu terus melakukan kajian dari
data yang diperoleh untuk selalu memperbaiki
dan meningkatkan kualitas pendidikan. BSNP
perlu diperkuat perannya dalam upaya menyusun
kebijakan mutu pendidikan melalui standar-
standar yang dibangun sesuai dengan kondisi
wilayah Indonesia yang kemudian agar dapat maju
bersama berdampingan bersama negara lain dalam
mewujudkan pendidikan yang bermutu.
Komponen Standar Nasional Pendidikan
SNP adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia. SNP digunakan
sebagai acuan dalam pengembangan kurikulum,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, dan pembiayaan (UU Sisdiknas Pasal
32 ayat (2)). SNP terdiri dari delapan standar yaitu
standar kompetensi lulusan, standar isi, standar
proses, standar pengelolaan, standar pendidik dan
tenaga kependidikan, standar evaluasi, standar
pembiayaan, standar sarana dan prasarana.
Hubungan antar-standar tersebut tergambar dalam
gambar 1.
Menurut BSNP, delapan standar dikembangkan
dan ditetapkan untuk mengukur, mengevaluasi,
menilai mutu pendidikan, yang hasilnya akan
menjadi acuan untuk menyusun program
peningkatan mutu pendidikan. Mengingat kondisi
pendidikan di Indonesia yang sangat beragam,
SNP dipastikan bukan untuk penyeragaman tetapi
justru untuk mengakomodir keberagaman, agar
pendidikan tetap dalam standar mutu sehingga
setiap satuan pendidikan memiliki kesempatan yang
sama dalam mendapatkan pendidikan bermutu.
Bila melihat Gambar 1, delapan standar tersebut
membentuk sebuah sistem penyelenggaraan
pendidikan melalui rangkaian komponen input
yang terdiri dari pengelolaan, pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana prasarana, dan p
Faridah Alawiyah, Standar Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah | 85
penilaian, serta komponen output yaitu kompetensi
lulusan. Kompetensi lulusan akan memiliki nilai
yang tinggi bila input terpenuhi sepenuhnya dan
proses berjalan dengan baik. Kedelapan standar
tersebut tertuang dalam PP Nomor 19 Tahun 2005
yang kemudian terdapat beberapa perubahan yang
tertuang dalam PP Nomor 32 Tahun 2013 dan PP
Nomor 13 Tahun 2015. Komponen-komponen
setiap standar tertuang dalam beberapa peraturan
menteri.
a. Standar Kompetensi Lulusan
Standar kompetensi lulusan merupakan
kualifikasi kemampuan luluan yang berkaitan dengan
sikap, pengetahuan dan keterampilan.9
Tujuan dari
rumusan dalam standar kompetensi lulusan adalah
sebagai acuan utama pengembangan standar isi,
standar proses, standar penilaian pendidikan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan
standar pembiayaan. Standar kompetensi lulusan
merupakan tujuan akhir dari serangkaian standar
dalam SNP lainnya. SKL tentunya harus mengacu
pada sumber daya manusia yang seperti apa yang
diharapkan setelah mengikuti pendidikan sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional.
Standar kompetensi lulusan telah tertuang dalam
Peraturan Pemendikbud Nomor 20 Tahun 2016
9 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Dalam Permendikbud
tersebut, standar kompetensi lulusan terdiri atas
kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang
diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan
masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Ketercapaianannya
dilakukan dengan adanya kegiatan monitoring dan
evaluasi untuk memastikan apakah lulusan pada
tingkat pendidikan telah sesuai dengan
standar kompetensi lulusan. Pemantauan kegiatan
dan evaluasi harus dilakukan secara berkala
hasilnya akan menjadi masukan dalam penyempurnaan
standar kompetensi lulusan berikutnya. Dalam
komponen standar kompetensi lulusan tiga
dimensi yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Ketiga dimensi ini membentuk satu kesatuan yang
utuh dalam peserta didik.
Standar kompetensi lulusan pada dimensi
sikap peserta didik memiliki perilaku yang
mencerminkan sikap beriman dan bertakwa
kepada Tuhan YME, berkarakter, jujur, dan
peduli, bertanggung jawab, pembelajar sejati
sepanjang hayat, dan sehat jasmani dan rohani
yang sesuai dengan perkembangan anak
yang lingkungannya tak terkalahkan
cakupan pendidikan pada setiap tingkat mulai dari
lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan
lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan
regional, dan internasional.
Gambar 1. Hubungan Antarstandar dalam SNP
Sumber: Direktorat Jenderal Pendididikan Dasar dan Menengah (2016)
86 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017
Standar kompetensi lulusan kedua adalah
dimensi pengetahuan. Pada dimensi pengetahuan
setiap tingkat berbeda pada tingkat teknis dan
turunannya. Uraian standar kompetensi lulusan
pada dimensi pengetahuan ini adalah lulusan
harus memiliki pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis,
spesifik, detil, dan kompleks berkenaan dengan
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora. Mampu mengaitkan pengetahuan di
atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah,
masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa,
negara, serta kawasan regional dan internasional.
Dimensi ketiga adalah dimensi keterampilan.
Pada dimensi ini lulusan harus memiliki
keterampilan berpikir dan bertindak kreatif,
produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, dan
komunikatif melalui pendekatan ilmiah. Pada
tingkat SD dan sederajat pendekatan ilmiah seuai
dengan tahap perkembangan anak yang relevan
dengan tugas yang diberikan, pada tingkat SMP
dan sederajat pendekatan ilmiah sesuai dengan yag
dipelajari di satuan pendidikan dan sumber lain
secara mandiri, sedangkan pada tingkat SMA dan
sederajat pendekatan ilmiah sebagai pengembangan
dari yang dipelajari di satuan pendidikan dan
sumber lain secara mandiri.
b. Standar Isi
Standar isi merupakan kriteria mengenai
ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk
mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu (Peraturan Pemerintah Nomor
32 Tahun 2013 tentang Perubahan PP Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).
Pengaturan mengenai standar isi tertuang dalam
Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang
Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.
Standar isi disesuaikan dengan substansi tujuan
pendidikan nasional yang dijabarkan dalam domain
sikap spiritual dan sikap sosial, pengetahuan, dan
keterampilan.
Standar isi dikembangkan untuk menentukan
kriteria ruang lingkup dan tingkat kompetensi
yang sesuai dengan kompetensi lulusan yang
dirumuskan pada standar kompetensi lulusan,
yakni sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ruang
lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria
muatan wajib yang ditetapkan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan, konsep keilmuan,
dan karakteristik satuan pendidikan dan program
pendidikan. Standar isi dijabarkan sesuai dengan
mata pelajaran dengan mengacu pada standar
kompetensi lulusan.
c. Standar Proses
Standar proses merupakan kriteria mengenai
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan
pendidikan untuk mencapai standar kompetensi
lulusan (Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
tentang Perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan mengenai
standar proses telah teruang dalam Permendikbud
Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam standar
proses dijelaskan bahwa proses pembelajaran
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. Hal ini sejalan dengan
prinsip pembelajaran aktif, seperti yang dijelaskan
Silberman (2009:21) pembelajaran aktif merupakan
langkah cepat, menyenangkan, mendukung, dan
menarik hati karena setiap kali peserta didik tidak
hanya terpaku pada tempat-duduk tetapi berpindah
dan berpikir. Prinsipnya pembelajaran diarahkan
pada siswa karena belajar dan pembelajaran tidak
ditentukan oleh keinginan guru tetapi lebih pada
siswa. Sanjaya (2008: 219-222) menjelaskan bahwa
pembelajaran ditunjukan dengan beberapa ciri
adanya proses berfikir, memanfaatkan potensi otak,
dan belajar sepanjang hayat.
Pada standar proses, prinsip pembelajaran
sangat ditekankan. Dan hal tersebut dituangkan
dalam langkah proses pembelajaran mulai dari
perencanaan yang mencangkup penyusunan
silabus dan RPP, pelaksanaan proses pembelajaran
yang meliputi persyaratan pelaksanaan proses
pembelajaran serta pelaksanaan pembelajaran,
penilaian hasil pembelajaran dengan penilaian
terhadap proses pembelajaran menggunakan
pendekatan penilaian otentik (authentic assesment)
yang menilai kesiapan peserta didik, proses,
dan hasil belajar secara utuh, dan pengawasan
proses pembelajaran yang meliputi pengawasan
proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, serta
tindak lanjut secara berkala dan berkelanjutan
yang dilakukan oleh kepala satuan pendidikan dan
pengawas.
d. Standar Penilaian
Standar penilaian pendidikan adalah kriteria
mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen
penilaian hasil belajar peserta didik (Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
u
Faridah Alawiyah, Standar Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah | 87
perubahan PP nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan). Pengaturan mengenai standar
penilaian diatur dalam Permendikbud Nomor 23
Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Di dalam Permendikbud tersebut disebutkan bahwa
penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan
pendidikan menengah terdiri atas pertama, penilaian
hasil belajar oleh pendidik yang bertujuan untuk
memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan
belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik
secara berkesinambungan. Bentuk penilaian oleh
pendidik dapat berupa penilaian hasil belajar
dalam bentuk ulangan, penugasan, dan atau bentuk
lain yang hasilnya digunakan untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik, memperbaiki
proses pembelajaran, serta menyusun laporan
kemajuan siswa. Kedua, penilaian hasil belajar
oleh satuan pendidikan yang bertujuan untuk
menilai pencapaian standar kompetensi lulusan
untuk semua mata pelajaran, dilakukan melalui
ujian sekolah sebagai penentuan kelulusan dari
satuan pendidikan. Selain itu, penilaian oleh satuan
pendidikan digunakan untuk penjaminan mutu
dengan menetapkan kriteria ketuntasan minimal
serta kriteria kenaikan kelas. Ketiga, penilaian
hasil belajar oleh pemerintah. Penilaian hasil
belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara nasional
pada mata pelajaran tertentu berbentuk ujian
nasional atau bentuk lain yang hasilnya digunakan
untuk pemetaan mutu, pertimbangan seleksi masuk
ke jenjang berikutnya, pembinaan dan pemberian
bantuan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Penilaian pendidikan diartikan sebagai suatu
proses pengukuran yang pada umumnya berkenaan
dengan data kuantitatif untuk mendapatkan
informasi yang diukur, yang biasanya diperlukan
alat bantu misalnya berupa tes atau intrumen
pengukuran lainnya (Wina Sanjaya, 2008: 336).
Thorndhike dan Ebel dalam Sudjana (2001:235)
menjelaskan penilaian dilakukan untuk melihat
dan mengungkapkan perbedaan individual maupun
kelompok dalam kemampuan serta minat dan sikap
yang digunakan untuk keperluan seleksi peserta
didik, bimbingan, perencanaan pendidikan bagi
sisiwa itu sendiri. Selanjutnya, Print dalam Sanjaya
(2008:340) juga membagi evaluasi menjadi dua
yaitu evaluasi summative dengan evaluasi formative.
Evaluasi summative dilakukan untuk menilai
keberhasilan siswa setelah berakhir suatu program
pembelajaran yang bila dilihat dari standar penilaian
dalam Permendikbud masuk ke dalam penilaian
yang dilakukan oleh satuan pendidikan. Sementara
evaluasi formative dilakukan selama program
pembelajaran berlangsung yang dilakukan oleh
pendidik selama program pembelajaran berlangsung.
Penilaian memiliki manfaat terutama bagi guru.
Dari hasil penilaian, guru dapat mengetahui peserta
didik yang berhak melanjutkan pelajaran maupun
siswa yang belum dapat melanjutkan, guru juga
dapat menilai apakah materi yang diajarkan tepat
atau tidak, dan guru juga dapat menilai metode yang
diajarkan sudah tepat atau belum (Daryanto, 2007:
9-10).
Saat ini kurikulum di Indonesia telah berubah
arah dari kurikulum yang berorientasi pada
pelajaran menjadi kurikulum yang berorientasi
pada kompetensi. Hal ini berpengaruh juga pada
penilaian dan penentuan kriteria keberhasilan di
mana bagaimana sebuah kurikulum berdampak
pada perubahan perilaku sehari-hari (Sanjaya,
2008: 349). Prinsip-prinsip penilaian yang mengacu
pada standar kompetensi lulusan dan standar
isi dalam sesuai dengan standar penilaian harus
sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh,
sistematis, beracuan kriteria, akuntabel. Dan
apabila mengacu pada prinsip penilaian berbasis
kelas selain prinsip tadi juga harus ada prinsip
motivasi, validitas, berkesinambungan, bermakna,
serta edukatif (Sanjaya, 2008: 352-354).
Prinsip penilaian tersebut haruslah terakomodir
dalam kegiatan penilaian di satuan pendidikan baik
pendidikan yang dilakukan oleh pendidik, satuan
pendidikan, maupun oleh pemerintah. Penilaian
menjadi sangat penting dalam penyelenggaraan
pendidikan untuk mengetahui seberapa jauh
pencapaian pendidikan, kualitas mutu pendidikan,
serta menjadi acuan dalam upaya perbaikan
pendidikan.
e. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Standar pendidik dan tenaga kependidikan
adalah kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan
kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam
jabatan (Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
2013 tentang perubahan PP nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan). Pendidik
adalah guru sebagai pemegang peran penting
dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan tenaga
kependidikan pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah terdiri dari pengawas sekolah, kepala
sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan,
tenaga laboratorium. Standar pendidik dan tenaga
kependidikan tertuang dalam berbagai peraturan
diantaranya:
a. Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang
Standar Pengawas Sekolah/Madrasah yang
berisikan mengenai kualifikasi serta standar
kompetensi yang harus dimiliki oleh pengawas
yaitu kompetensi kepribadan, supervisi
88 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017
manajerial, supervisi akademik, evaluasi
pendidikan, penelitian dan pengembangan,
serta kompetensi sosial.
b. Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang
Standar Pengawas Sekolah/Madrasah yang
berisikan mengenai kualifikasi serta standar
kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala
sekolah yaitu kompetensi kepribadan,
manajerial, kewirausahaan, supervisi, serta
sosial.
c. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 Standar
Guru yang berisikan mengenai kualifikasi serta
standar kompetensi yang harus dimiliki oleh
guru yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian,
sosial, dan profesional.
d. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang
Standar Tenaga Administrasi Sekolah/
Madrasah yang berisikan mengenai kualifikasi
serta standar kompetensi yang harus dimiliki
oleh tenaga administrasi sekolah yaitu
kompetensi kepribadian, sosial, teknis, dan
manajerial.
e. Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang
Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/
Madrasah yang berisikan kualifikasi serta
standar kompetensi yang harus dimiliki tenaga
perpustakaan yaitu kompetensi manajerial,
pengelolaan informasi, kependidikan,
kepribadian, sosial, serta pengembagan profesi.
f. Permendiknas Nomor 26 Tahun 2008 Standar
Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah
tenaga laboratorium harus memliki kualifikasi
akademik yang sesuai serta empat kompetensi
utama yaitu kompetensi kepribadian, sosial,
administratif, dan profesional.
Guru sebagai tenaga pendidik memiliki
peran penting dalam proses pendidikan, guru
berada di garda terdepan pendidikan karena
berhadapan langsung dengan peserta didik. Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
(Kusnandar, 2009: 54).
Sebagai sebuah profesi terdapat kompetensi
yang melekat pada guru. Kompetensi guru
merupakan seperangkat penguasaan dan
kemampuan yang harus ada dalam diri guru dapat
mewujudkan kinerjanya secara efektif tepat dan
efektif. Guru yang memiliki kompetensi akan
dengan mudah menjalankan pendidikan bukan hanya
berkualitas tetapi juga tepat. Begitupun dengan
tenaga kependidikan adalah bagian penting dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan
dalam perannya baik itu dalam hal pengawasan,
pengelolaan, administrasi serta tugas teknis lainnya.
Pendidik dan tenaga kependidikan masing-masing
memiliki peran dan tugas yang saling terkait satu
dan lainnya serta saling mendukung. Pendidik
dan tenaga kependidikan berperan penting dalam
menciptakan lingkungan dan masyarakat belajar di
satuan pendidikan.
f. Standar Sarana dan Prasarana
Standar sarana dan prasarana adalah kriteria
mengenai ruang belajar, tempat berolahraga,
tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium,
bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi
dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi (Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
2013 tentang Perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan).
Setiap tingkat satuan pendidikan memiliki
kriteria minimum yang berbeda sesuai dengan
kebutuhan setiap jenjang seperti pengaturan
mengenai jumlah minimal yang dapat dilayani
dari tingkat SD minimal enam rombongan belajar
sampai tingkat SMP dan SMA minimal tiga
rombongan belajar. Lahan dan bangunan pun
harus sesuai dengan standar termasuk standar
keselamatan, kesehatan, aksesibilitas, kenyamanan,
keamanan, kekuatan bangunan yang harus bisa
bertahan paling tidak 20 tahun, sesuai dengan izin
penggunaan, serta persyaratan lainnya. Satuan
pendidikan setidaknya harus memiliki ruang kelas,
perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan,
ruang guru, ruang beribadah, ruang UKS, jamban
gudang ruang sirkulasi, tempat bermain atau
berolahraga, ruang konseling, ruang tata usaha,
ruang organisasi kesiswaan, laboratorium biologi,
fisika, kimia, komputer, bahasa, ruang praktik
teknis. Masing-masing berbeda kebutuhannya
sesuai dengan tingkat pendidikan.
g. Standar Pembiayaan
Standar pembiayaan adalah kriteria mengenai
komponen dan besarnya biaya operasi satuan
pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
Pengaturan mengani standar biaya operasional
tertuang dalam Permendiknas Nomor 69 Tahun
2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia
Tahun 2009 untuk Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/
Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS), Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA),
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Dasar
Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama
Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas
Luar Biasa (SMALB).
Faridah Alawiyah, Standar Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah | 89
Standar biaya operasi nonpersonalia adalah
standar biaya yang diperlukan untuk membiayai
kegiatan operasi nonpersonalia selama satu tahun
sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan
agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan
pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai
SNP.
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya
investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan
sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya
manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal
sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta
didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran
secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi
satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas
meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan
serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya,
air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan
prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi,
pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
Pembiayaan pendidikan berkontribusi signifikan
terhadap peningkatan mutu pendidikan (Fattah dalam
Nurdin, 2015: 194). Fattah menyebutkan terdapat
beberapa komponen pembiayaan yang secara langsung
berpengaruh terhadap kualitas pendidian yaitu gaji
dan kesejahteraan, biaya pembinaan guru, pengadaan
bahan pelajaran, pembinaan kesiswaan, dan biaya
pengelolaan sekolah. Nurdin dan Sibaweh (2015: 204)
menjelaskan bahwa pembiayaan pendidikan harus
mampu menjadi insentif dan disinsentif bagi upaya
peningkatan akses, mutu, dan tata kelola pendidikan.
Pembiayaan pendidikan juga menjadi tanggung jawab
bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat. Masyarakat meliputi satuan pendidikan
yang didirikan masyarakat, peserta didik, orang
tua atau wali peserta didik, serta pihak lain yang
mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang
pendidikan (Ara dan Machali 2015: 213).
h. Standar Pengelolaan
Standar Pengelolaan adalah kriteria mengenai
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,
kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan
(Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
tentang Perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan). Pengaturan mengenai
standar pengelolaan tertuang dalam Permendiknas
Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan
Pendidikan yang meliputi perencanaan program,
pelaksanaan rencana kerja, pengawasan dan evaluasi,
kepemimpinan sekolah/madrasah, sistem informasi
manajemen, serta penilaian khusus yaitu keberadaan
sekolah/madrasah yang pengelolaannya tidak
mengacu kepada SNP dapat memperoleh pengakuan
pemerintah atas dasar rekomendasi BSNP.
Permasalahan dalam Pencapaian SNP
Standar yang telah disusun disesuaikan dengan
kebutuhan serta kondisi pendidikan serta kebutuhan
negara dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
Namun setelah dilakukan evaluasi, masih ditemukan
berbagai kendala pencapaian serta temuan-temuan
yang menjadikan SNP belum sepenuhnya dapat
dicapai dengan optimal di seluruh wilayan NKRI.
Berdasarkan hasil evaluasi pemenuhan SNP
yang disampaikan pemerintah dan BSNP dalam rapat
Panja Evaluasi Pendidikan Dasar dan Menengah
Komisi X DPR RI dipaparkan bahwa permasalahan
pencapaian pemenuhan SNP banyak terkendala pada
standar kompetensi lulusan, sarana dan prasarana,
pendidik dan tenaga kependidikan serta pengelolaan
(Dokumen Paparan kementerian Pendiidkan dan
Kebudayaan dalam RDP Panja Evaluasi Pendidikan
Dasar dan Menengah Komisi X DPR RI Senin 5
Mei 2017). Persoalan-persoalan tersebut juga sejalan
dengan banyaknya temuan permasalahan di lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Raharjo (2014:240-241), terdapat empat standar
yang masih sangat rendah, yaitu standar sarana dan
prasarana, standar proses, standar kompetensi lulusan,
dan standar pendidik dan tenaga kependidikan.
Beberapa permasalahan pencapaian standar
kompetensi lulusan, terutama pada pengalaman
pembelajaran. Pada tingkat SD misalnya,
pengalaman belajar seni budaya lokal, komunikasi
lisan maupun tulisan, serta keterampilan menyimak,
berbicara, membaca, menulis dan berhitung masih
rendah. Tidak hanya terjadi di SD, pada tingkat
SMK juga mengalami berbagai kendala. Banyaknya
pengangguran pada lulusan SMK padahal mereka
seharusnya untuk memiliki keahlian khusus dan
siap bekerja. Kontribusi lulusan SMK terhadap
jumlah pengangguran di Indonesia salah satunya
disebabkan oleh lebih rendahnya keahlian khusus
atau soft skill lulusan SMK dibandingkan lulusan
SMA. Namun, kasus ini tidak ditemui di SMK
yang kualitas pendidikannya sudah teruji.10 BSNP
menganggap bahwa kualitas dan daya saing tenaga
lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) masih
10 Banyak Lulusan SMK Jadi Pengangguran Ini
Penyebabnya, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-
bisnis/3508298/banyak-lulusan-smk-jadi-pengangguran-
ini-penyebabnya, diakses 5 Mei 2017.
90 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017
rendah sehingga tidak terpakai dunia industri.11
Hal tersebut dipengaruhi perbedaan pembelajaran
saat magang dengan dunia kerja. Kondisi seperti
ini menjadi kondisi yang sangat disayangkan dan
tentunya perlu diperhatikan.
Persoalan kedua terkait dengan persoalan
pencapaian standar pada sarana dan prasarana. Pada
standar sarana dan prasarana, satuan pendidikan
banyak yang terkendala masalah Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), kepemilikan laboratorium yang
belum sesuai, tempat ibadah yang belum sesuai,
serta keberadaan UKS, gudang, serta ruang sirkulasi
yang tidak sesuai dengan ketentuan. Bukan hanya
itu, tidak sedikit juga ditemukan bangunan sekolah
yang sudah tidak layak. Menurut Kemendikbud,
untuk tingkat SMP saja, data kerusakan gedung dari
Dapodik setelah diverifikasi kerusakannya, terdapat
3.000 sekolah yang masuk dalam kategori rusak
berat dan ringan yang wajib pemerintah perbaiki.12
Pemenuhan standar sarana prasarana juga dilakukan
dengan melakukan penataan kualifikasi standar
pengelola laboratorium (laboran), perpustakaan
(pustakawan) dan melengkapi sarana belajar yang
masih belum terpenuhi seperti ruang laboratorium
maupun perpustakaan sekolah (Meni Handayani
(2016:179-201). Menjadi tugas besar karena
pembangunan dan pemenuhan sarana dan prasarana
tentu saja akan membutuhkan anggaran yang cukup
tinggi.
Persoalan ketiga adalah persolan standar
pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam paparan
Kemendikbud mengenai SNP, poin permasalahan
pendidik dan tenaga kependidikan adalah rendahnya
penguasaan mata pelajaran oleh guru, kualifikasi
akademik tenaga kependidikan yang masih rendah
dan belum sesuai. Terutama guru di SMK. Keahlian
guru produktif di SMK masih belum sesuai dengan
mata pelajaran yang diampu. Padahal guru sebagai
sebuah profesi memerlukan kemampuan/intelektual
khusus yang diperoleh melalui pendidikan dan
pelatihan sehingga memiliki keterampilan atau
keahlian mengembangkan potensi peserta didik
(Arifin, 2007:98). Fakta lain juga menyebutkan
bahwa mutu guru menjadi kendala terbesar dalam
melaksanakan kurikulum pendidikan. Hal tersebut
dapat dilihat dari gambaran bahwa mutu guru masih
11 BSNP,Kualitas Tenag Lulusan SMK Belum Sesuai
yang DIharapkan Industri, http://www.beritasatu.com/
pendidikan/312762-bnsp-kualitas-tenaga-lulusan-smk-
belum-sesuai-yang-diharapkan-industri.html, diakses
tanggal 10 Mei 2017. 12 Gedung SMP yang Rusak Perlu Direhabilitasi, http://
www.beritasatu.com/pendidikan/434932-3000-gedung-
smp-yang-rusak-perlu-direhabilitasi.html, diakses
tanggal 10 Mei 2017.
jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang
sesuai dengan pesatnya perkembangan zaman. Jika
guru memiliki kualitas sebagai guru profesional,
maka tuntutan kurikulum apapun dapat dipenuhi,
ibarat seolah seorang chef maka makanan jenis
apapun sepanjang bahan dan peralatannya tersedia
maka dia akan dapat menghasilkan masakan yang
enak meski bahan dan peralatan terbatas (Rijali,
2009: 12-17).
Persoalan lainnya adalah persoalan standar
pengelolaan. Terdapat temuan masalah pengelolaan
di SMK, antara lain rendahnya pelatihan bagi
teknisi dan laboran, rendahnya kerja sama dengan
dunia usaha dunia industri, rendahnya penerapan
sistem manajemen mutu, rendahnya unit produksi,
serta belum maksimalnya penyaluran lulusan ke
dunia usaha dunia industri. Persoalan standar
pengelolaan juga memerlukan kepiawaian kepala
sekolah sebagai pimpinan dalam pengelolaan satuan
pendidikan melalui kemampuan menggali kekuatan
dan kelemahan satuan pendidikan serta kemampuan
dalam pengelolaan akan menggerakan potensi-
potensi yang masih belum tergali seperti faktor
internal dan eksternal yang mempunyai kontribusi
dalam prestasi siswa. Potensi tersebut seperti bakat
pada siswa, karakter siswa serta keterlibatan orang
tua siswa (Raharjo, 2014: 481).
Berdasarkan uraian di atas, perlu upaya yang
keras untuk menyelesaikan persoalan delapan SNP,
terutama pada standar yang masih ditemukan banyak
masalah antara lain standar kompetensi lulusan,
standar sarana dan prasarana, standar pendidik
dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan.
Rendahnya pencapaian SNP pada komponen yang
masih rendah perlu mendapat perhatian agar mutu
pendidikan dapat dicapai secara utuh. Perlu prioritas
dari pemegang kebijakan untuk secara bersamaan
atau pun memperbaiki satu persatu pencapaian
SNP.
Penutup
Simpulan
Pendidikan merupakan sektor penting
pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara.
Program pendidikan sering kali menjadi program
unggulan setiap pergantian masa pemerintahan.
Upaya pencapaian pemerataan pendidikan bagi
seluruh warga negara Indonesia terus dilakukan.
Namun tugas bidang pendidikan tidak hanya pada
pencapaian kuantitas pendidikan, akan tetapi juga
pada kualitas pendidikan yang diberikan kepada
para calon penerus bangsa.
Karenanya penyelenggaraan pendidikan agar
tetap bermutu harus berada pada koridor acuan
standar yang ditetapkan. Standar diperlukan
Faridah Alawiyah, Standar Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah | 91
agar proses pendidikan memiliki tujuan yang
jelas. Standar dibuat untuk menilai pencapaian
visi pendidikan, agar dapat mengikuti tuntutan
globalisasi, serta untuk terus meningkatkan
kualitas. Sehingga, Standar menjadi patokan dalam
menentukan acuan penyelenggaraan pendidikan
dalam upaya mencapai tujuan.
Pendidikan di Indonesia mengacu pada delapan
standar pendidikan yang dinamakan SNP yaitu
terdiri dari standar kompetensi lulusan, standar
isi, standar proses, standar pengelolaan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar evaluasi,
standar pembiayaan, standar sarana dan prasarana.
SNP dikembangkan dan ditetapkan untuk mengukur,
mengevaluasi, menilai mutu pendidikan, dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan. Masing-
masing komponen dalam SNP saling terkait
dan membentuk sebuah sistem penyelenggaraan
pendidikan mulai dari input, proses serta output.
Dalam pelaksanaannya, pencapaian SNP kerap
menghadapi berbagai permasalahan. Terutama
pada komponen standar kompetensi lulusan yang
masih belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
dunia usaha dan dunia industri. Standar kedua
yang masih banyak ditemukan masalah adalah
standar pada sarana dan prasarana di mana tidak
sedikit juga ditemukan bangunan sekolah yang
sudah tidak layak serta kurangnya prasarana yang
memadai. Standar lainnya adalah standar pendidik
dan tenaga kependidikan. Rendahnya mutu guru
serta tidak sesuainya kualifikasi pendidikan
pendidik dan tenaga kependidikan menjadi
masalah yang perlu dituntaskan. Persoalan lainnya
adalah persoalan standar pengelolaan. Rendahnya
penerapan sistem manajemen mutu kepala sekolah
dalam mengelola satuan pendidikan serta belum
optimalnya kemampuan kepala sekolah di satuan
dalam menggali kekuatan dan kelemahan satuan
pendidikan.
Saran
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan,
disarankan agar pemerintah sebagai pemegang
kebijakan, dapat meningkatkan upaya dalam
pencapaian standar nasional pendidikan terutama
pada komponen standar yang masih perlu
mendapat perhatian secara bertahap maupun
serentak disesuaikan dengan kondisi yang paling
memungkinkan. DPR RI melalui fungsi pengawasan,
anggaran, serta legislasi dapat mengoptimalisasi
pencapaian SNP agar dapat dirasakan oleh
masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Handayani, Meni. 2016. Pencapaian Standar Nasional
Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA
Di Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016.
Raharjo, Sabar Budi. 2014. Kontribusi Delapan SNP
terhadap Pencapaian Prestasi Belajar. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, Vol 20 Nomor 4
Tahun 2014.
Buku
Arifin, Anwar. 2007. Profil Baru Guru dan Dosen
Indonesia. Jakarta: Penerbit Pustaka Indonesia.
Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hidayat, Ara dan Imam Machali. 2015. Pengelolaan
Pendidikan. Yogyakarta: Kaukaba.
Kusnandar. 2009. Guru Profesional, Implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Sukses
dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Nurdin, Diding dan Imam Sibaweh. 2015. Pengelolaan
Pendidikan dari Teori Menuju Implementasi,
Jakarta: Rajawali Pers.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran,
Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Kencana.
Silberman, Melvin L. 2009. Active Learning. Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani.
Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2001. Penelitian dan
Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Rizali, Ahmad Dkk. 2009. Dari Guru Konvensional
Menuju Guru Professional. Jakarta: Grasindo.
Tilaar, HAR. 2012. Standarisasi Pendidikan Nasional
Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta.
Zazin, Nur. 2011. Gerakan Menata Mutu Pendidikan.
Yogyakarta: Arruzz Media.
Dokumen
Data BPS-RI, Susenas 1994-2016
Dokumen Pedoman Umum Sistem Penjaminan Mutu
Pendididikan Dasar dan Menengah. Direktorat
Jenderal Pendididikan Dasar dan Menengah Tahun
2016.
Dokumen Paparan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
dalam RDP Panja Evaluasi Pendidikan Dasar dan
Menengah Komisi X DPR RI, Senin, 5 Juni 2017.
92 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017
Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan.
UU Sistem Pendidikan Nasional.
Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar
Pengawas Sekolah/Madrasah.
Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar
Pengawas Sekolah/Madrasah.
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 Standar Guru.
Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar
Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah.
Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar
Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah.
Permendiknas Nomor 26 Tahun 2008 Standar Tenaga
Laboratorium Sekolah/Madrasah.
Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar
Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009.
Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan Pendidikan.
Internet
Peringkat Pendidikan Indonesia Masih Rendah, http://
www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2016/06/18/
peringkat-pendidikan-indonesia-masih-
rendah-372187, diakses tanggal 5 Mei 2017.
Rangking Pendiidkan Negara Negara Asean, http://www.
dw.com/id/rangking-pendidikan-negara-negara-
asean/g-37594464, diakses tanggal 5 Mei 2016.
Aksi Kamu, Inilah Cara Kamu untuk Membantu, https://
yappika-actionaid.or.id/campaign/sekolahaman/
donasi?gclid=Cj0KEQjwyZjKBRDu--WG9ayT_
ZEBEiQApZBFuL3Lqkm8O1VHJ7xYhJ4QZ3ih
CTgMjXJvq94FL7LJlbUaAqQ18P8HAQ, diakses
tanggal 5 Mei 2015.
6.6 Juta Anak Terancam Bahaya karena Belajar di
Kelas Rusak, http://www.republika.co.id/berita/
pendidikan/eduaction/17/05/03/opdwyd384-66-
juta-anak-terancam-bahaya-karena-belajar-di-
kelas-rusak, diakses tanggal 6 Mei 2017.
DPR Temukan Banyak Sarana Prasarana pendidikan
tak Memadai, https://kabarindonesiapintar.
com/2017/02/07/dpr-temukan-banyak-sarana-
prasarana-pendidikan-tak-memadai/, diakses
tanggal 6 Mei 2017.
DPR Beri Rekomendasi Atasi Minimnya Sarana Prasarana
Serkolah, https://fraksigolkar.or.id/2017/05/10/
dpr-beri-rekomendasi-atasi-minimnya-sarana-
prasarana-sekolah/, diakses tanggal 6 Mei 2017.
Standar Nasional Pendidikan, http://bsnp-indonesia.
org/?page_id=61, diakses tanggal 20 Mei 2017.
Tentang BSNP, Tugas dan Kewenangan, http://bsnp-
indonesia.org/?page_id=32, diakses tanggal 20 Mei
2017.
Banyak Lulusan SMK Jadi Pengangguran Ini
Penyebabnya, https://finance.detik.com/berita-
ekonomi-bisnis/3508298/banyak-lulusan-smk-jadi-
pengangguran-ini-penyebabnya, diakses 5 Mei
2017.
BSNP, Kualitas Tenaga Lulusan SMK Belum Sesuai
yang Diharapkan Industri, http://www.beritasatu.
com/pendidikan/312762-bnsp-kualitas-tenaga-
lulusan-smk-belum-sesuai-yang-diharapkan-
industri.html, diakses tanggal 10 Mei 2017.
Gedung SMP yang Rusak Perlu Direhabilitasi, http://
www.beritasatu.com/pendidikan/434932-3000-
gedung-smp-yang-rusak-perlu-direhabilitasi.html,
diakses tanggal 10 Mei 2017.