Blogger Widgets Artikel indonesia

Tuwiter

Artikel Indonesia Kelas X, XI XII

SILAKAN SEDOT WC DI KAMI 1X24JAM DI NO HP sedot wc bandung 085100941494 / 08970013700

MAKALAH INDONESIA

Senin, 15 Maret 2021

Artikel Sd dan smp

 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Standar Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah

Faridah Alawiyah

Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI

Jl. Gatot Subroto Senayan Jakarta

Naskah diterima: 12 April 2017

Naskah dikoreksi: 24 Mei 2017

Naskah Diterbitkan: Juni 2017

Abstrak: Pendidikan merupakan aspek penting dalam pembangunan bangsa. Namun prestasi pendidikan di PT 

Indonesia saat ini belum mencapai kualitas pendidikan terbaik. Berbagai kebijakan dalam upaya perbaikan 

mutu pendidikan sudah dilakukan oleh pemerintah dan masih dalam proses. Implementasi dari 

Pendidikan di Indonesia mengacu pada delapan standar yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 

The material of these standard has been contained in various government policies. However, in order to achieve 

goals of these standards are still encountered various problems such as the low quality of education. This article 

tries to describe in general the standardization of education, eight national standards of education, and various 

problems in the achievement of national education standards at the level of primary and secondary education. 

Education that meets the standards must be met based on various criterias that have been set forth in various 

laws and regulations. The results of this article estabished that the standard of education still faces various 

problems, especially on the components of graduate competency standards, inadequate standards of facilities 

and infrastructure, standard of educator and education personnel, and also management of standards.

Keywords: education, standardization of education, national education standards, education problems

Abstrak: Pendidikan merupakan aspek penting dalam pembangunan bangsa. Namun, pencapaian pendidikan di 

Indonesia saat ini belum mencapai kualitas pendidikan terbaik. Berbagai kebijakan dalam upaya meningkatkan 

kualitas pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah dan masih terus berlanjut. Pelaksanaan pendidikan di 

Indonesia mengacu pada delapan standar yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Materi 

standar ini telah terkandung dalam berbagai kebijakan pemerintah. Namun, untuk mencapai tujuan standar ini 

masih ditemui berbagai masalah seperti rendahnya mutu pendidikan. Artikel ini mencoba untuk mendeskripsikan 

secara umum standardisasi pendidikan, delapan standar pendidikan nasional, dan berbagai masalah dalam 

pencapaian standar pendidikan nasional di tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan yang memenuhi 

standar harus dipenuhi berdasarkan berbagai kriteria yang telah ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-

undangan. Dari hasil artikel ini diketahui bahwa standar pendidikan masih menghadapi berbagai masalah, 

terutama pada komponen standar kompetensi lulusan, standar sarana dan prasarana yang tidak mencukupi, 

standar pendidik dan tenaga kependidikan, serta pengelolaan standar. 

Kata kunci: pendidikan, standardisasi pendidikan, standar nasional pendidikan, masalah pendidikan

Pendahuluan

Pendidikan merupakan sektor penting dan utama 

dalam pembangunan bangsa. Negara bertanggung 

jawab penuh atas pendidikan dalam mencetak 

menciptakan penerus bangsa. Berbagai kebijakan dan 

program pendidikan selalu digulirkan dan diupayakan 

untuk membangun dan memperbaiki bidang 

pendidikan. Pada periode Presiden Joko Widodo pun 

pendidikan menjadi prioritas utama yang tertuang 

dalam program unggulan Nawacita dalam poin 

kelima cara meningkatkan kualitas hidup manusia 

Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan 

dan pelatihan dengan Program Indonesia Pintar 

dan dengan wajib belajar 12 tahun bebas pungutan. 

Dalam program Nawacita yang diterbitkan pada era 

pemerintahan Presiden Jokowi dalam kedelapan poin 

juga peningkatan kesejahteraan dan karir 

guru yang bugar di daerah daerah, pemerataan 

fasilitas pendidikan dengan pelayanan pendidikan 

rendah dan buruk, memperbaiki akses menuju 

sekolah, rekrutmen dan distribusi guru berkualitas.

Secara kuantitas penyelenggaraan dan 

pemenuhan hak untuk memperoleh pendidikan 

bagi warga negara hampir dapat terwujud. Hal ini 

dapat dilihat dengan terus Angka 

Partisipasi Sekolah pada pendidikan formal dan 

Angka Partisipasi Kasar.

Bila melihat tabel, angka partisipasi sekolah 

usia 7 sampai 12 tahun sudah mencapai 98%, usia 

13–15 tahun 94,79%, dan usia 16–18 tahun 70,68%. 

Hal ini menunjukan pada usia sekolah 7 sampai 15 

tahun hampir seluruhnya telah mengikuti pendidikan 

formal yang pada rentang usia tersebut berjenjang 

SD dan sederajat, dan SMP dan sederajat. 

Akan tetapi, tugas bidang pendidikan tidak 

hanya pada pencapaian kuantitas pendidikan, 

pemerataan pendidikan, atau pemenuhan hak 

memperoleh pendidikan saja, lebih dari itu kualitas 

penyelenggaraannya pun harus tetap di perhatikan. 

Problemnya, pencapaian pemenuhan kuantitas belum 

sebanding dengan pencapaian kualitas pendidikan. 

Saat ini pendidikan di Indonesia masih belum bisa 

bersanding dengan negara maju lainnya. Hal ini 

ditunjukkan dengan hasil studi PISA (Program 

for International Student Assessment) tahun 2015 

yang menunjukkan Indonesia baru bisa menduduki 

peringkat 69 dari 76 negara.1

 Bahkan secara global, 

Indonesia berada di posisi 108 di dunia dengan skor 

0,603. Secara umum kualitas pendidikan di tanah 

air berada di bawah Palestina, Samoa dan Mongolia. 

Hanya sebanyak 44% penduduk menuntaskan 

pendidikan menengah. Sementara 11% murid gagal 

menuntaskan pendidikan alias keluar dari sekolah.2

Hal ini menunjukkan adanya kekurangan dalam 

penyelenggaraan pendidikan serta masih menjadi 

tugas besar bagi negara untuk terus berpacu dalam 

menyelenggarakan pendidikan yang bermutu 

sehingga dapat bersaing dengan negara lainnya. 

1 Peringkat Pendidikan Indonesia Masih Rendah, http://

www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2016/06/1/

peringkat-pendidikan-indonesia-masih-rendah-372187, 

diakses tanggal 5 Mei 2017. 2 Rangking Pendiidkan Negara Negara Asean, http://

www.dw.com/id/rangking-pendidikan-negara-negara-

asean/g-37594464, diakses tanggal 5 Mei 2016. 

Standar Pendidikan di Indonesia 

diselenggarakan oleh satuan pendidikan dengan 

mengacu pada delapan Standar Pendidikan 

Nasional (SNP). Standar tersebut adalah standar 

kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, 

standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga 

kependidikan, standar evaluasi, standar pembiayaan, 

standar sarana dan prasarana. Kedelapan standar 

harus dicapai dalam penyelenggaraan pendidikan 

pada setiap satuan pendidikan. Akan tetapi, dalam 

pelaksanaannya ternyata terdapat banyak masalah 

yang dihadapi. Contohnya saja, persoalan sarana 

dan prasarana yang tidak layak. satu dari enam 

ruang kelas Sekolah Dasar rusak.3

 Setidaknya 

ada 6,6 juta anak yang terancam bahaya karena 

belajar di ruang kelas yang rusak dan bisa roboh 

kapan saja.4

 Pada periode masa sidang 2016 lalu, 

Komisi X telah membentuk Panitia Kerja (Panja) 

Sarana dan Prasarana, ditemukan banyak sekali 

masalah sarana dan prasarana yang tidak memadai.5

Terutama persoalan tidak layaknya ruang kelas 

serta bangunan sekolah, selain itu juga kurangnya 

fasilitas belajar, perpustakaan, labolatorium, ruang 

praktik di SMK, dan banyak masalah lainnya. Panja 

Sarana dan Prasarana Komisi X DPR RI memberikan 

rekomendasi kepada Pemerintah untuk membuat 

3 Aksi Kamu, Inilah Cara Kamu untuk Membantu, 

https://yappika-actionaid.or.id/campaign/sekolahaman/

donasi?gclid=Cj0KEQjwyZjKBRDu--WG9ayT_ZEBEi

QApZBFuL3Lqkm8O1VHJ7xYhJ4QZ3ihCTgMjXJvq9

4FL7LJlbUaAqQ18P8HAQ, diakses tanggal 5 Mei 2015. 4 6.6 Juta Anak Terancam Bahaya karena Belajar di Kelas 

Rusak, http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/

eduaction/17/05/03/opdwyd384-66-juta-anak-terancam-

bahaya-karena-belajar-di-kelas-rusak, diakses tanggal 6 

Mei 2017. 5 DPR Temukan Banyak Sarana Prasarana pendidikan tak 

Memadai, https://kabarindonesiapintar.com/2017/02/07/

dpr-temukan-banyak-sarana-prasarana-pendidikan-tak-

memadai/, diakses tanggal 6 Mei 2017. 

Tabel 1. APK dan APM

Indikator 2014 2015 2016

PARTISIPASI PENDIDIKAN FORMAL

Angka Partisipasi Sekolah (APS) 7–12 th 98,83 98.59 98.98

Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13–15 th 94,32 94.59 94.79

Angka Partisipasi Sekolah (APS) 16–18 th 70,13 70.32 70.68

Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI 108.78 109.94 109.20

Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs 88.43 90.63 89.98

Angka Partisipasi Kasar (APK) SM/MA 73.95 77.39 80.44

Sumber: BPS-RI, Susenas 1

kebijakan afirmatif, contohnya adalah membuat 

Inpres untuk sarana dan prasarana, berkala empat 

hingga lima tahun.6

 Sarana dan prasarana hanya 

merupakan salah satu dari delapan standar yang 

perlu dipenuhi dan masih terdapat tujuh standar 

lainnya yang juga menghadapai berbagai kendala 

dan perlu dibenahi. 

Salah satu acuan untuk menilai seberapa 

jauh angka mutu penyelenggaraan pendidikan 

di Indonesia adalah melalui akreditasi sekolah. 

Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Kementerian 

Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), 

antara tahun 2014 sampai 2017 capaian akreditasi 

dengan nilai capaian minimal terakreditasi “B” SD 

84%, SMP 81%, SMA 85%, SMK 65%. Hal tersebut 

menunjukkan masih terdapat banyak sekolah yang 

berada di bawah standar minimal, terutama untuk 

tingkat SMK yang masih rendah, 35% Sekolah 

SMK memiliki nilai di bawah standar.

Menurut BSNP, mutu pendidikan dasar 

dan menengah di Indonesia belum seperti yang 

diharapkan. Hasil pemetaan mutu pendidikan 

secara nasional pada tahun 2014 menunjukkan 

hanya sekitar 16% satuan pendidikan yang 

memenuhi Standar Nasional Pendididkan (SNP). 

Artinya sebagian besar satuan pendidikan belum 

memenuhi SNP, bahkan ada satuan pendidikan 

yang masih belum memenuhi Standar Pelayanan 

Minimal (SPM) (Dokumen Pedoman Umum 

Sistem Penjaminan Mutu Pendididikan Dasar 

dan Menengah. Direktorat Jenderal Pendididikan 

Dasar dan Menengah Tahun 2016). Kondisi 

seperti ini perlu dicermati dan kemudian dilakukan 

pembenahan. 

Tulisan ini, akan menggambarkan apa itu 

standardisasi pendidikan, komponen SNP, serta 

berbagai masalah yang dihadapi dalam pencapaian 

SNP pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

Standardisasi Pendidikan

Standar dalam dunia industri merupakan suatu 

kebutuhan sebagai dasar dalam memudahkan proses 

produksi dalam menjamin kualitas yang memuaskan 

sehingga bebas dari kekurangan dan hal tersebut 

juga masuk dalam bidang pendidikan (Tilaar, 2012, 

35–36). Standardisasi merupakan pengejewantahan 

dari “semua dapat diukur”, dan ketika semua dapat 

diukur maka akan tercapai efisiensi dan diketahui 

kualitas suatu produk atau jasa (Tilaar, 2012:48). 

Standar diperlukan dalam bidang pendidikan, hal 

ini dikarenakan pendidikan merupakan sebuah 

6 DPR Beri Rekomendasi Atasi Minimnya Sarana 

Prasarana Serkolah, https://fraksigolkar.or.id/2017/05/10/

dpr-beri-rekomendasi-atasi-minimnya-sarana-prasarana-

sekolah/, Diakses tanggal 6 Mei 2017. 

proses dengan tujuan yang jelas dan menjadikannya 

sebagai sebuah sistem yang kita kenal dengan 

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). 

Dalam konteks Sisdiknas diperlukan standar 

yang perlu dicapai dalam mencapai tujuan. 

Perlunya standar pendidikan disebutkan Tilaar 

(2012: 76–77) dikarenakan beberapa alasan antara 

lain pertama, standardisasi pendidikan nasional 

merupakan tuntutan politik untuk menilai sejauh 

mana warga negara mempunyai visi yang sama 

serta pengetahuan dan keterampilan dalam 

mengembangkan negara. Kedua, standardisasi 

pendidikan nasional merupakan tuntutan globalisasi 

di mana Indonesia sebagai bagian dari dunia bersaing 

dan perlunya untuk terus meningkatkan kualitas 

agar tidak menjadi budak bangsa lain. Ketiga, 

standardisasi pendidikan nasional merupakan 

tuntutan dari kemajuan di mana Indonesia sebagai 

negara berkembang akan terus meningkatkan 

kualitas dalam meningkatkan martabatnya untuk 

menjadi negara maju dengan kualitas sumber daya 

manusia yang tinggi dan dapat berpartisipasi dalam 

meningkatkan mutu kehidupan manusia. 

Dalam hal tersebut di atas, standar menjadi 

patokan dalam menentukan acuan penyelenggaraan 

pendidikan dalam upaya mencapai tujuan. 

Penyelenggaraan pendidikan bukan hanya terbatas 

pada terselenggaranya pendidikan tetapi lebih pada 

pendidikan yang bermutu. 

Dalam konsep lain, pendidikan sebagai salah 

satu jasa layanan yang harus bermutu. Dunia 

pendidikan diposisikan sebagai institusi jasa atau 

dengan kata lain industri jasa yang memberikan 

pelayanan sesuai yang diinginkan oleh pelanggan 

dan kemudian dibutuhkan sistem yang mampu 

membudayakan institusi pendidikan agar lebih 

bermutu (Zazin, 2011: 62–63). Zazin melanjutkan 

bahwa mutu sesungguhnya diukur dengan mutu 

produksi sesuai dengan kriteria dengan spesifikasi, 

cocok dengan pembuatan, dan penggunaan, tanpa 

cacat, dan selalu baik sejak awal.

Pendidikan di Indonesia telah disusun dalam 

Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dalam UU 

Sistem Pendidikan Nasional, karena SNP merupakan 

kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh 

wilayah Indonesia. SNP ditetapkan pemerintah dan 

harus dipenuhi oleh satuan pendidikan serta semua 

pemangku kepentingan dalam mengelola dan 

menyelenggarakan pendidikan. Terdapat alasan 

mengapa standar nasional pendidikan diperlukan di 

Indonesia yaitu pertama, Indonesia sebagai negara 

berkembang di mana, komitmen pemerintah baik 

pusat maupun daerah dalam mengeluarkan dana 

pendidikan masih sangat minim. Kedua, sebagai 

negara kesatuan diperlukan suatu penilaian dari

sistem kinerja Sisdiknas. Ketiga, Indonesia sebagai 

anggota masyarakat global berada dalam pergaulan 

bersama negara lainnya agar dapat dilihat kebutuhan 

akan sumber daya manusia yang dapat bersaing 

dengan negara lain sehingga kualitas pendidikan 

menjadi indikator mutlak yang harus dipenuhi. 

Keempat, fungsi SNP untuk melakukan pengukuran 

kualitas pendidikan, dengan adanya standar yang 

bukan merupakan ukuran yang statis akan tetapi 

akan terus meningkat. Kelima, fungsi standar adalah 

untuk pemetaan masalah pendidikan. Keenam, 

fungsi SNP dalam rangka menyusun strategi dan 

rencana pengembangan setelah diperoleh data dari 

evaluasi belajar (Tilaar, 2012: 106-109). 

Pentingnya standar untuk menjadikan acuan 

dalam penyelenggaraan pendidikan nasional 

menjadi suatu hal yang harus dipenuhi. SNP 

berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, 

pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam 

rangka mewujudkan pendidikan nasional yang 

bermutu, SNP juga bertujuan menjamin mutu 

pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan 

kehidupan bangsa dan membentuk watak serta 

peradaban bangsa yang bermartabat.7

Dengan adanya SNP, satuan pendidikan 

dapat menjadikan SNP sebagai tolok ukur 

penyelenggaraan pendidikan, SNP juga dijadikan 

landasan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi 

penyelenggaraan pendidikan di Indonesia terutama 

di satuan pendidikan menjadi lebih mudah diukur 

serta dinilai mutunya. Pencapaian standar dapat 

menjadi tolok ukur untuk menentukan langkah 

perbaikan serta kebijakan yang akan dilakukan 

dalam meningkatkan mutu pendidikan. 

SNP disusun oleh Badan Standard Nasional 

Pendidikan (BSNP) yang merupakan lembaga yang 

dibentuk pemerintah sesuai dengan amanat UU 

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan 

Nasional dalam Pasal 35 ayat (3) yang berisikan 

tentang pengembangan SNP serta pemantauan dan 

pelaporan pencapaian secara nasional dilaksanakan 

oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, 

dan pengendalian mutu pendidikan. BSNP 

merupakan lembaga independen dan profesional 

yang mengemban misi untuk mengembangkan, 

memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi 

pelaksanaan standar nasional pendidikan.8

 Tugas 

dan kewenangan BSNP adalah membantu Menteri 

Pendidikan Nasional dan memiliki kewenangan 

untuk mengembangkan SNP, menyelenggarakan 

Ujian Nasional (UN), memberikan rekomendasi 

7 Standar Nasional Pendidikan, http://bsnp-indonesia.

org/?page_id=61, diakses tanggal 20 Mei 2017. 8 Tentang BSNP, Tugas dan Kewenangan, http://bsnp-

indonesia.org/?page_id=32, diakses tanggal 20 Mei 2017. 

kepada pemerintah dan pemerintah daerah dalam 

penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan, 

merumuskan kriteria kelulusan pada satuan 

pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah, 

serta menilai kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan 

kegrafikaan buku teks pelajaran. Standar yang 

dikembangkan oleh BSNP berlaku efektif dan 

mengikat semua satuan pendidikan secara nasional. 

SNP yang disusun harus disempurnakan secara 

terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan 

tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan 

global.

BSNP menjadi lembaga penting dalam 

memastikan penyelenggaraan pendidikan bermutu. 

BSNP tentunya perlu terus melakukan kajian dari 

data yang diperoleh untuk selalu memperbaiki 

dan meningkatkan kualitas pendidikan. BSNP 

perlu diperkuat perannya dalam upaya menyusun 

kebijakan mutu pendidikan melalui standar-

standar yang dibangun sesuai dengan kondisi 

wilayah Indonesia yang kemudian agar dapat maju 

bersama berdampingan bersama negara lain dalam 

mewujudkan pendidikan yang bermutu.

Komponen Standar Nasional Pendidikan

SNP adalah kriteria minimal tentang sistem 

pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara 

Kesatuan Republik Indonesia. SNP digunakan 

sebagai acuan dalam pengembangan kurikulum, 

tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, 

pengelolaan, dan pembiayaan (UU Sisdiknas Pasal 

32 ayat (2)). SNP terdiri dari delapan standar yaitu 

standar kompetensi lulusan, standar isi, standar 

proses, standar pengelolaan, standar pendidik dan 

tenaga kependidikan, standar evaluasi, standar 

pembiayaan, standar sarana dan prasarana. 

Hubungan antar-standar tersebut tergambar dalam 

gambar 1.

Menurut BSNP, delapan standar dikembangkan 

dan ditetapkan untuk mengukur, mengevaluasi, 

menilai mutu pendidikan, yang hasilnya akan 

menjadi acuan untuk menyusun program 

peningkatan mutu pendidikan. Mengingat kondisi 

pendidikan di Indonesia yang sangat beragam, 

SNP dipastikan bukan untuk penyeragaman tetapi 

justru untuk mengakomodir keberagaman, agar 

pendidikan tetap dalam standar mutu sehingga 

setiap satuan pendidikan memiliki kesempatan yang 

sama dalam mendapatkan pendidikan bermutu. 

Bila melihat Gambar 1, delapan standar tersebut 

membentuk sebuah sistem penyelenggaraan 

pendidikan melalui rangkaian komponen input

yang terdiri dari pengelolaan, pendidik dan tenaga 

kependidikan, sarana prasarana, dan pembiayaan. 

Komponen proses yang terdiri dari isi, proses, dan 

sistem kinerja Sisdiknas. Ketiga, Indonesia sebagai 

anggota masyarakat global berada dalam pergaulan 

bersama negara lainnya agar dapat dilihat kebutuhan 

akan sumber daya manusia yang dapat bersaing 

dengan negara lain sehingga kualitas pendidikan 

menjadi indikator mutlak yang harus dipenuhi. 

Keempat, fungsi SNP untuk melakukan pengukuran 

kualitas pendidikan, dengan adanya standar yang 

bukan merupakan ukuran yang statis akan tetapi 

akan terus meningkat. Kelima, fungsi standar adalah 

untuk pemetaan masalah pendidikan. Keenam, 

fungsi SNP dalam rangka menyusun strategi dan 

rencana pengembangan setelah diperoleh data dari 

evaluasi belajar (Tilaar, 2012: 106-109). 

Pentingnya standar untuk menjadikan acuan 

dalam penyelenggaraan pendidikan nasional 

menjadi suatu hal yang harus dipenuhi. SNP 

berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, 

pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam 

rangka mewujudkan pendidikan nasional yang 

bermutu, SNP juga bertujuan menjamin mutu 

pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan 

kehidupan bangsa dan membentuk watak serta 

peradaban bangsa yang bermartabat.7

Dengan adanya SNP, satuan pendidikan 

dapat menjadikan SNP sebagai tolok ukur 

penyelenggaraan pendidikan, SNP juga dijadikan 

landasan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi 

penyelenggaraan pendidikan di Indonesia terutama 

di satuan pendidikan menjadi lebih mudah diukur 

serta dinilai mutunya. Pencapaian standar dapat 

menjadi tolok ukur untuk menentukan langkah 

perbaikan serta kebijakan yang akan dilakukan 

dalam meningkatkan mutu pendidikan. 

SNP disusun oleh Badan Standard Nasional 

Pendidikan (BSNP) yang merupakan lembaga yang 

dibentuk pemerintah sesuai dengan amanat UU 

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan 

Nasional dalam Pasal 35 ayat (3) yang berisikan 

tentang pengembangan SNP serta pemantauan dan 

pelaporan pencapaian secara nasional dilaksanakan 

oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, 

dan pengendalian mutu pendidikan. BSNP 

merupakan lembaga independen dan profesional 

yang mengemban misi untuk mengembangkan, 

memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi 

pelaksanaan standar nasional pendidikan.8

 Tugas 

dan kewenangan BSNP adalah membantu Menteri 

Pendidikan Nasional dan memiliki kewenangan 

untuk mengembangkan SNP, menyelenggarakan 

Ujian Nasional (UN), memberikan rekomendasi 

7 Standar Nasional Pendidikan, http://bsnp-indonesia.

org/?page_id=61, diakses tanggal 20 Mei 2017. 8 Tentang BSNP, Tugas dan Kewenangan, http://bsnp-

indonesia.org/?page_id=32, diakses tanggal 20 Mei 2017. 

kepada pemerintah dan pemerintah daerah dalam 

penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan, 

merumuskan kriteria kelulusan pada satuan 

pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah, 

serta menilai kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan 

kegrafikaan buku teks pelajaran. Standar yang 

dikembangkan oleh BSNP berlaku efektif dan 

mengikat semua satuan pendidikan secara nasional. 

SNP yang disusun harus disempurnakan secara 

terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan 

tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan 

global.

BSNP menjadi lembaga penting dalam 

memastikan penyelenggaraan pendidikan bermutu. 

BSNP tentunya perlu terus melakukan kajian dari 

data yang diperoleh untuk selalu memperbaiki 

dan meningkatkan kualitas pendidikan. BSNP 

perlu diperkuat perannya dalam upaya menyusun 

kebijakan mutu pendidikan melalui standar-

standar yang dibangun sesuai dengan kondisi 

wilayah Indonesia yang kemudian agar dapat maju 

bersama berdampingan bersama negara lain dalam 

mewujudkan pendidikan yang bermutu.

Komponen Standar Nasional Pendidikan

SNP adalah kriteria minimal tentang sistem 

pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara 

Kesatuan Republik Indonesia. SNP digunakan 

sebagai acuan dalam pengembangan kurikulum, 

tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, 

pengelolaan, dan pembiayaan (UU Sisdiknas Pasal 

32 ayat (2)). SNP terdiri dari delapan standar yaitu 

standar kompetensi lulusan, standar isi, standar 

proses, standar pengelolaan, standar pendidik dan 

tenaga kependidikan, standar evaluasi, standar 

pembiayaan, standar sarana dan prasarana. 

Hubungan antar-standar tersebut tergambar dalam 

gambar 1.

Menurut BSNP, delapan standar dikembangkan 

dan ditetapkan untuk mengukur, mengevaluasi, 

menilai mutu pendidikan, yang hasilnya akan 

menjadi acuan untuk menyusun program 

peningkatan mutu pendidikan. Mengingat kondisi 

pendidikan di Indonesia yang sangat beragam, 

SNP dipastikan bukan untuk penyeragaman tetapi 

justru untuk mengakomodir keberagaman, agar 

pendidikan tetap dalam standar mutu sehingga 

setiap satuan pendidikan memiliki kesempatan yang 

sama dalam mendapatkan pendidikan bermutu. 

Bila melihat Gambar 1, delapan standar tersebut 

membentuk sebuah sistem penyelenggaraan 

pendidikan melalui rangkaian komponen input

yang terdiri dari pengelolaan, pendidik dan tenaga 

kependidikan, sarana prasarana, dan p

Faridah Alawiyah, Standar Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah | 85 

penilaian, serta komponen output yaitu kompetensi 

lulusan. Kompetensi lulusan akan memiliki nilai 

yang tinggi bila input terpenuhi sepenuhnya dan 

proses berjalan dengan baik. Kedelapan standar 

tersebut tertuang dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 

yang kemudian terdapat beberapa perubahan yang 

tertuang dalam PP Nomor 32 Tahun 2013 dan PP 

Nomor 13 Tahun 2015. Komponen-komponen 

setiap standar tertuang dalam beberapa peraturan 

menteri. 

a. Standar Kompetensi Lulusan

Standar kompetensi lulusan merupakan 

kualifikasi kemampuan luluan yang berkaitan dengan 

sikap, pengetahuan dan keterampilan.9

 Tujuan dari 

rumusan dalam standar kompetensi lulusan adalah 

sebagai acuan utama pengembangan standar isi, 

standar proses, standar penilaian pendidikan, 

standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar 

sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan 

standar pembiayaan. Standar kompetensi lulusan 

merupakan tujuan akhir dari serangkaian standar 

dalam SNP lainnya. SKL tentunya harus mengacu 

pada sumber daya manusia yang seperti apa yang 

diharapkan setelah mengikuti pendidikan sesuai 

dengan tujuan pendidikan nasional. 

Standar kompetensi lulusan telah tertuang dalam 

Peraturan Pemendikbud Nomor 20 Tahun 2016 

9 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang 

Perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar 

Nasional Pendidikan.

tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan 

Dasar dan Menengah. Dalam Permendikbud 

tersebut, standar kompetensi lulusan terdiri atas 

kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang 

diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan 

masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang 

pendidikan dasar dan menengah. Ketercapaianannya 

dilakukan dengan adanya kegiatan monitoring dan 

evaluasi untuk memastikan apakah lulusan pada 

tingkat pendidikan telah sesuai dengan 

standar kompetensi lulusan. Pemantauan kegiatan

dan evaluasi harus dilakukan secara berkala 

hasilnya akan menjadi masukan dalam penyempurnaan 

standar kompetensi lulusan berikutnya. Dalam 

komponen standar kompetensi lulusan tiga 

dimensi yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. 

Ketiga dimensi ini membentuk satu kesatuan yang 

utuh dalam peserta didik. 

Standar kompetensi lulusan pada dimensi 

sikap peserta didik memiliki perilaku yang 

mencerminkan sikap beriman dan bertakwa 

kepada Tuhan YME, berkarakter, jujur, dan 

peduli, bertanggung jawab, pembelajar sejati 

sepanjang hayat, dan sehat jasmani dan rohani 

yang sesuai dengan perkembangan anak 

yang lingkungannya tak terkalahkan 

cakupan pendidikan pada setiap tingkat mulai dari 

lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan 

lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan 

regional, dan internasional. 

Gambar 1. Hubungan Antarstandar dalam SNP

Sumber: Direktorat Jenderal Pendididikan Dasar dan Menengah (2016)

86 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017

Standar kompetensi lulusan kedua adalah 

dimensi pengetahuan. Pada dimensi pengetahuan 

setiap tingkat berbeda pada tingkat teknis dan 

turunannya. Uraian standar kompetensi lulusan 

pada dimensi pengetahuan ini adalah lulusan 

harus memiliki pengetahuan faktual, konseptual, 

prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, 

spesifik, detil, dan kompleks berkenaan dengan 

ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan 

humaniora. Mampu mengaitkan pengetahuan di 

atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, 

masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, 

negara, serta kawasan regional dan internasional. 

Dimensi ketiga adalah dimensi keterampilan. 

Pada dimensi ini lulusan harus memiliki 

keterampilan berpikir dan bertindak kreatif, 

produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, dan 

komunikatif melalui pendekatan ilmiah. Pada 

tingkat SD dan sederajat pendekatan ilmiah seuai 

dengan tahap perkembangan anak yang relevan 

dengan tugas yang diberikan, pada tingkat SMP 

dan sederajat pendekatan ilmiah sesuai dengan yag 

dipelajari di satuan pendidikan dan sumber lain 

secara mandiri, sedangkan pada tingkat SMA dan 

sederajat pendekatan ilmiah sebagai pengembangan 

dari yang dipelajari di satuan pendidikan dan 

sumber lain secara mandiri. 

b. Standar Isi

Standar isi merupakan kriteria mengenai 

ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk 

mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis 

pendidikan tertentu (Peraturan Pemerintah Nomor 

32 Tahun 2013 tentang Perubahan PP Nomor 19 

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan). 

Pengaturan mengenai standar isi tertuang dalam 

Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang 

Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. 

Standar isi disesuaikan dengan substansi tujuan 

pendidikan nasional yang dijabarkan dalam domain 

sikap spiritual dan sikap sosial, pengetahuan, dan 

keterampilan. 

Standar isi dikembangkan untuk menentukan 

kriteria ruang lingkup dan tingkat kompetensi 

yang sesuai dengan kompetensi lulusan yang 

dirumuskan pada standar kompetensi lulusan, 

yakni sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ruang 

lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria 

muatan wajib yang ditetapkan sesuai ketentuan 

peraturan perundang-undangan, konsep keilmuan, 

dan karakteristik satuan pendidikan dan program 

pendidikan. Standar isi dijabarkan sesuai dengan 

mata pelajaran dengan mengacu pada standar 

kompetensi lulusan. 

c. Standar Proses

Standar proses merupakan kriteria mengenai 

pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan 

pendidikan untuk mencapai standar kompetensi 

lulusan (Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 

tentang Perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang 

Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan mengenai 

standar proses telah teruang dalam Permendikbud 

Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses 

Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam standar 

proses dijelaskan bahwa proses pembelajaran 

pada satuan pendidikan diselenggarakan secara 

interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, 

memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi 

aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi 

prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai 

dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta 

psikologis peserta didik. Hal ini sejalan dengan 

prinsip pembelajaran aktif, seperti yang dijelaskan 

Silberman (2009:21) pembelajaran aktif merupakan 

langkah cepat, menyenangkan, mendukung, dan 

menarik hati karena setiap kali peserta didik tidak 

hanya terpaku pada tempat-duduk tetapi berpindah 

dan berpikir. Prinsipnya pembelajaran diarahkan 

pada siswa karena belajar dan pembelajaran tidak 

ditentukan oleh keinginan guru tetapi lebih pada 

siswa. Sanjaya (2008: 219-222) menjelaskan bahwa 

pembelajaran ditunjukan dengan beberapa ciri 

adanya proses berfikir, memanfaatkan potensi otak, 

dan belajar sepanjang hayat. 

Pada standar proses, prinsip pembelajaran 

sangat ditekankan. Dan hal tersebut dituangkan 

dalam langkah proses pembelajaran mulai dari 

perencanaan yang mencangkup penyusunan 

silabus dan RPP, pelaksanaan proses pembelajaran 

yang meliputi persyaratan pelaksanaan proses 

pembelajaran serta pelaksanaan pembelajaran, 

penilaian hasil pembelajaran dengan penilaian 

terhadap proses pembelajaran menggunakan 

pendekatan penilaian otentik (authentic assesment) 

yang menilai kesiapan peserta didik, proses, 

dan hasil belajar secara utuh, dan pengawasan 

proses pembelajaran yang meliputi pengawasan 

proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan 

pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, serta 

tindak lanjut secara berkala dan berkelanjutan 

yang dilakukan oleh kepala satuan pendidikan dan 

pengawas.

d. Standar Penilaian

Standar penilaian pendidikan adalah kriteria 

mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen 

penilaian hasil belajar peserta didik (Peraturan 

Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang

u


Faridah Alawiyah, Standar Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah | 87 

perubahan PP nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar 

Nasional Pendidikan). Pengaturan mengenai standar 

penilaian diatur dalam Permendikbud Nomor 23 

Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan. 

Di dalam Permendikbud tersebut disebutkan bahwa 

penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan 

pendidikan menengah terdiri atas pertama, penilaian 

hasil belajar oleh pendidik yang bertujuan untuk 

memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan 

belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik 

secara berkesinambungan. Bentuk penilaian oleh 

pendidik dapat berupa penilaian hasil belajar 

dalam bentuk ulangan, penugasan, dan atau bentuk 

lain yang hasilnya digunakan untuk mengukur 

pencapaian kompetensi peserta didik, memperbaiki 

proses pembelajaran, serta menyusun laporan 

kemajuan siswa. Kedua, penilaian hasil belajar 

oleh satuan pendidikan yang bertujuan untuk 

menilai pencapaian standar kompetensi lulusan 

untuk semua mata pelajaran, dilakukan melalui 

ujian sekolah sebagai penentuan kelulusan dari 

satuan pendidikan. Selain itu, penilaian oleh satuan 

pendidikan digunakan untuk penjaminan mutu 

dengan menetapkan kriteria ketuntasan minimal 

serta kriteria kenaikan kelas. Ketiga, penilaian 

hasil belajar oleh pemerintah. Penilaian hasil 

belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai 

pencapaian kompetensi lulusan secara nasional 

pada mata pelajaran tertentu berbentuk ujian 

nasional atau bentuk lain yang hasilnya digunakan 

untuk pemetaan mutu, pertimbangan seleksi masuk 

ke jenjang berikutnya, pembinaan dan pemberian 

bantuan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Penilaian pendidikan diartikan sebagai suatu 

proses pengukuran yang pada umumnya berkenaan 

dengan data kuantitatif untuk mendapatkan 

informasi yang diukur, yang biasanya diperlukan 

alat bantu misalnya berupa tes atau intrumen 

pengukuran lainnya (Wina Sanjaya, 2008: 336). 

Thorndhike dan Ebel dalam Sudjana (2001:235) 

menjelaskan penilaian dilakukan untuk melihat 

dan mengungkapkan perbedaan individual maupun 

kelompok dalam kemampuan serta minat dan sikap 

yang digunakan untuk keperluan seleksi peserta 

didik, bimbingan, perencanaan pendidikan bagi 

sisiwa itu sendiri. Selanjutnya, Print dalam Sanjaya 

(2008:340) juga membagi evaluasi menjadi dua 

yaitu evaluasi summative dengan evaluasi formative.

Evaluasi summative dilakukan untuk menilai 

keberhasilan siswa setelah berakhir suatu program 

pembelajaran yang bila dilihat dari standar penilaian 

dalam Permendikbud masuk ke dalam penilaian 

yang dilakukan oleh satuan pendidikan. Sementara 

evaluasi formative dilakukan selama program 

pembelajaran berlangsung yang dilakukan oleh 

pendidik selama program pembelajaran berlangsung. 

Penilaian memiliki manfaat terutama bagi guru. 

Dari hasil penilaian, guru dapat mengetahui peserta 

didik yang berhak melanjutkan pelajaran maupun 

siswa yang belum dapat melanjutkan, guru juga 

dapat menilai apakah materi yang diajarkan tepat 

atau tidak, dan guru juga dapat menilai metode yang 

diajarkan sudah tepat atau belum (Daryanto, 2007: 

9-10).

Saat ini kurikulum di Indonesia telah berubah 

arah dari kurikulum yang berorientasi pada 

pelajaran menjadi kurikulum yang berorientasi 

pada kompetensi. Hal ini berpengaruh juga pada 

penilaian dan penentuan kriteria keberhasilan di 

mana bagaimana sebuah kurikulum berdampak 

pada perubahan perilaku sehari-hari (Sanjaya, 

2008: 349). Prinsip-prinsip penilaian yang mengacu 

pada standar kompetensi lulusan dan standar 

isi dalam sesuai dengan standar penilaian harus 

sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh, 

sistematis, beracuan kriteria, akuntabel. Dan 

apabila mengacu pada prinsip penilaian berbasis 

kelas selain prinsip tadi juga harus ada prinsip 

motivasi, validitas, berkesinambungan, bermakna, 

serta edukatif (Sanjaya, 2008: 352-354). 

Prinsip penilaian tersebut haruslah terakomodir 

dalam kegiatan penilaian di satuan pendidikan baik 

pendidikan yang dilakukan oleh pendidik, satuan 

pendidikan, maupun oleh pemerintah. Penilaian 

menjadi sangat penting dalam penyelenggaraan 

pendidikan untuk mengetahui seberapa jauh 

pencapaian pendidikan, kualitas mutu pendidikan, 

serta menjadi acuan dalam upaya perbaikan 

pendidikan. 

e. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Standar pendidik dan tenaga kependidikan 

adalah kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan 

kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam 

jabatan (Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 

2013 tentang perubahan PP nomor 19 Tahun 2005 

tentang Standar Nasional Pendidikan). Pendidik 

adalah guru sebagai pemegang peran penting 

dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan tenaga 

kependidikan pada tingkat pendidikan dasar dan 

menengah terdiri dari pengawas sekolah, kepala 

sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, 

tenaga laboratorium. Standar pendidik dan tenaga 

kependidikan tertuang dalam berbagai peraturan 

diantaranya:

a. Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang 

Standar Pengawas Sekolah/Madrasah yang 

berisikan mengenai kualifikasi serta standar 

kompetensi yang harus dimiliki oleh pengawas 

yaitu kompetensi kepribadan, supervisi

88 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017

manajerial, supervisi akademik, evaluasi 

pendidikan, penelitian dan pengembangan, 

serta kompetensi sosial. 

b. Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang 

Standar Pengawas Sekolah/Madrasah yang 

berisikan mengenai kualifikasi serta standar 

kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala 

sekolah yaitu kompetensi kepribadan, 

manajerial, kewirausahaan, supervisi, serta 

sosial. 

c. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 Standar 

Guru yang berisikan mengenai kualifikasi serta 

standar kompetensi yang harus dimiliki oleh 

guru yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, 

sosial, dan profesional. 

d. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang 

Standar Tenaga Administrasi Sekolah/

Madrasah yang berisikan mengenai kualifikasi 

serta standar kompetensi yang harus dimiliki 

oleh tenaga administrasi sekolah yaitu 

kompetensi kepribadian, sosial, teknis, dan 

manajerial. 

e. Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang 

Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/

Madrasah yang berisikan kualifikasi serta 

standar kompetensi yang harus dimiliki tenaga 

perpustakaan yaitu kompetensi manajerial, 

pengelolaan informasi, kependidikan, 

kepribadian, sosial, serta pengembagan profesi.

f. Permendiknas Nomor 26 Tahun 2008 Standar 

Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah 

tenaga laboratorium harus memliki kualifikasi 

akademik yang sesuai serta empat kompetensi 

utama yaitu kompetensi kepribadian, sosial, 

administratif, dan profesional. 

Guru sebagai tenaga pendidik memiliki 

peran penting dalam proses pendidikan, guru 

berada di garda terdepan pendidikan karena 

berhadapan langsung dengan peserta didik. Guru 

adalah pendidik profesional dengan tugas utama 

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, 

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik 

(Kusnandar, 2009: 54).

Sebagai sebuah profesi terdapat kompetensi 

yang melekat pada guru. Kompetensi guru 

merupakan seperangkat penguasaan dan 

kemampuan yang harus ada dalam diri guru dapat 

mewujudkan kinerjanya secara efektif tepat dan 

efektif. Guru yang memiliki kompetensi akan 

dengan mudah menjalankan pendidikan bukan hanya 

berkualitas tetapi juga tepat. Begitupun dengan 

tenaga kependidikan adalah bagian penting dalam 

penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan 

dalam perannya baik itu dalam hal pengawasan, 

pengelolaan, administrasi serta tugas teknis lainnya. 

Pendidik dan tenaga kependidikan masing-masing 

memiliki peran dan tugas yang saling terkait satu 

dan lainnya serta saling mendukung. Pendidik 

dan tenaga kependidikan berperan penting dalam 

menciptakan lingkungan dan masyarakat belajar di 

satuan pendidikan. 

f. Standar Sarana dan Prasarana

Standar sarana dan prasarana adalah kriteria 

mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, 

tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, 

bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi 

dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang 

diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, 

termasuk penggunaan teknologi informasi dan 

komunikasi (Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 

2013 tentang Perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005 

tentang Standar Nasional Pendidikan). 

Setiap tingkat satuan pendidikan memiliki 

kriteria minimum yang berbeda sesuai dengan 

kebutuhan setiap jenjang seperti pengaturan 

mengenai jumlah minimal yang dapat dilayani 

dari tingkat SD minimal enam rombongan belajar 

sampai tingkat SMP dan SMA minimal tiga 

rombongan belajar. Lahan dan bangunan pun 

harus sesuai dengan standar termasuk standar 

keselamatan, kesehatan, aksesibilitas, kenyamanan, 

keamanan, kekuatan bangunan yang harus bisa 

bertahan paling tidak 20 tahun, sesuai dengan izin 

penggunaan, serta persyaratan lainnya. Satuan 

pendidikan setidaknya harus memiliki ruang kelas, 

perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan, 

ruang guru, ruang beribadah, ruang UKS, jamban 

gudang ruang sirkulasi, tempat bermain atau 

berolahraga, ruang konseling, ruang tata usaha, 

ruang organisasi kesiswaan, laboratorium biologi, 

fisika, kimia, komputer, bahasa, ruang praktik 

teknis. Masing-masing berbeda kebutuhannya 

sesuai dengan tingkat pendidikan. 

g. Standar Pembiayaan

Standar pembiayaan adalah kriteria mengenai 

komponen dan besarnya biaya operasi satuan 

pendidikan yang berlaku selama satu tahun. 

Pengaturan mengani standar biaya operasional 

tertuang dalam Permendiknas Nomor 69 Tahun 

2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia 

Tahun 2009 untuk Sekolah Dasar/Madrasah 

Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/

Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS), Sekolah 

Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), 

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Dasar 

Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama 

Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas 

Luar Biasa (SMALB).

Faridah Alawiyah, Standar Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah | 89 

Standar biaya operasi nonpersonalia adalah 

standar biaya yang diperlukan untuk membiayai 

kegiatan operasi nonpersonalia selama satu tahun 

sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan 

agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan 

pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai 

SNP. 

Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya 

investasi, biaya operasi, dan biaya personal. 

Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana 

dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan 

sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya 

manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal 

sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya 

pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta 

didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran 

secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi 

satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas 

meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan 

serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, 

bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan 

biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, 

air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan 

prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, 

pajak, asuransi, dan lain sebagainya.

Pembiayaan pendidikan berkontribusi signifikan 

terhadap peningkatan mutu pendidikan (Fattah dalam 

Nurdin, 2015: 194). Fattah menyebutkan terdapat 

beberapa komponen pembiayaan yang secara langsung 

berpengaruh terhadap kualitas pendidian yaitu gaji 

dan kesejahteraan, biaya pembinaan guru, pengadaan 

bahan pelajaran, pembinaan kesiswaan, dan biaya 

pengelolaan sekolah. Nurdin dan Sibaweh (2015: 204) 

menjelaskan bahwa pembiayaan pendidikan harus 

mampu menjadi insentif dan disinsentif bagi upaya 

peningkatan akses, mutu, dan tata kelola pendidikan. 

Pembiayaan pendidikan juga menjadi tanggung jawab 

bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan 

masyarakat. Masyarakat meliputi satuan pendidikan 

yang didirikan masyarakat, peserta didik, orang 

tua atau wali peserta didik, serta pihak lain yang 

mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang 

pendidikan (Ara dan Machali 2015: 213).

h. Standar Pengelolaan

Standar Pengelolaan adalah kriteria mengenai 

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan 

kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, 

kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai 

efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan 

(Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 

tentang Perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang 

Standar Nasional Pendidikan). Pengaturan mengenai 

standar pengelolaan tertuang dalam Permendiknas 

Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan 

Pendidikan yang meliputi perencanaan program, 

pelaksanaan rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, 

kepemimpinan sekolah/madrasah, sistem informasi 

manajemen, serta penilaian khusus yaitu keberadaan 

sekolah/madrasah yang pengelolaannya tidak 

mengacu kepada SNP dapat memperoleh pengakuan 

pemerintah atas dasar rekomendasi BSNP.

Permasalahan dalam Pencapaian SNP

Standar yang telah disusun disesuaikan dengan 

kebutuhan serta kondisi pendidikan serta kebutuhan 

negara dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. 

Namun setelah dilakukan evaluasi, masih ditemukan 

berbagai kendala pencapaian serta temuan-temuan 

yang menjadikan SNP belum sepenuhnya dapat 

dicapai dengan optimal di seluruh wilayan NKRI. 

Berdasarkan hasil evaluasi pemenuhan SNP 

yang disampaikan pemerintah dan BSNP dalam rapat 

Panja Evaluasi Pendidikan Dasar dan Menengah 

Komisi X DPR RI dipaparkan bahwa permasalahan 

pencapaian pemenuhan SNP banyak terkendala pada 

standar kompetensi lulusan, sarana dan prasarana, 

pendidik dan tenaga kependidikan serta pengelolaan 

(Dokumen Paparan kementerian Pendiidkan dan 

Kebudayaan dalam RDP Panja Evaluasi Pendidikan 

Dasar dan Menengah Komisi X DPR RI Senin 5 

Mei 2017). Persoalan-persoalan tersebut juga sejalan 

dengan banyaknya temuan permasalahan di lapangan. 

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh 

Raharjo (2014:240-241), terdapat empat standar 

yang masih sangat rendah, yaitu standar sarana dan 

prasarana, standar proses, standar kompetensi lulusan, 

dan standar pendidik dan tenaga kependidikan. 

Beberapa permasalahan pencapaian standar 

kompetensi lulusan, terutama pada pengalaman 

pembelajaran. Pada tingkat SD misalnya, 

pengalaman belajar seni budaya lokal, komunikasi 

lisan maupun tulisan, serta keterampilan menyimak, 

berbicara, membaca, menulis dan berhitung masih 

rendah. Tidak hanya terjadi di SD, pada tingkat 

SMK juga mengalami berbagai kendala. Banyaknya 

pengangguran pada lulusan SMK padahal mereka 

seharusnya untuk memiliki keahlian khusus dan 

siap bekerja. Kontribusi lulusan SMK terhadap 

jumlah pengangguran di Indonesia salah satunya 

disebabkan oleh lebih rendahnya keahlian khusus 

atau soft skill lulusan SMK dibandingkan lulusan 

SMA. Namun, kasus ini tidak ditemui di SMK 

yang kualitas pendidikannya sudah teruji.10 BSNP 

menganggap bahwa kualitas dan daya saing tenaga 

lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) masih 

10 Banyak Lulusan SMK Jadi Pengangguran Ini 

Penyebabnya, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-

bisnis/3508298/banyak-lulusan-smk-jadi-pengangguran-

ini-penyebabnya, diakses 5 Mei 2017.

90 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017

rendah sehingga tidak terpakai dunia industri.11

Hal tersebut dipengaruhi perbedaan pembelajaran 

saat magang dengan dunia kerja. Kondisi seperti 

ini menjadi kondisi yang sangat disayangkan dan 

tentunya perlu diperhatikan. 

Persoalan kedua terkait dengan persoalan 

pencapaian standar pada sarana dan prasarana. Pada 

standar sarana dan prasarana, satuan pendidikan 

banyak yang terkendala masalah Izin Mendirikan 

Bangunan (IMB), kepemilikan laboratorium yang 

belum sesuai, tempat ibadah yang belum sesuai, 

serta keberadaan UKS, gudang, serta ruang sirkulasi 

yang tidak sesuai dengan ketentuan. Bukan hanya 

itu, tidak sedikit juga ditemukan bangunan sekolah 

yang sudah tidak layak. Menurut Kemendikbud, 

untuk tingkat SMP saja, data kerusakan gedung dari 

Dapodik setelah diverifikasi kerusakannya, terdapat 

3.000 sekolah yang masuk dalam kategori rusak 

berat dan ringan yang wajib pemerintah perbaiki.12

Pemenuhan standar sarana prasarana juga dilakukan 

dengan melakukan penataan kualifikasi standar 

pengelola laboratorium (laboran), perpustakaan 

(pustakawan) dan melengkapi sarana belajar yang 

masih belum terpenuhi seperti ruang laboratorium 

maupun perpustakaan sekolah (Meni Handayani 

(2016:179-201). Menjadi tugas besar karena 

pembangunan dan pemenuhan sarana dan prasarana 

tentu saja akan membutuhkan anggaran yang cukup 

tinggi. 

Persoalan ketiga adalah persolan standar 

pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam paparan 

Kemendikbud mengenai SNP, poin permasalahan 

pendidik dan tenaga kependidikan adalah rendahnya 

penguasaan mata pelajaran oleh guru, kualifikasi 

akademik tenaga kependidikan yang masih rendah 

dan belum sesuai. Terutama guru di SMK. Keahlian 

guru produktif di SMK masih belum sesuai dengan 

mata pelajaran yang diampu. Padahal guru sebagai 

sebuah profesi memerlukan kemampuan/intelektual 

khusus yang diperoleh melalui pendidikan dan 

pelatihan sehingga memiliki keterampilan atau 

keahlian mengembangkan potensi peserta didik 

(Arifin, 2007:98). Fakta lain juga menyebutkan 

bahwa mutu guru menjadi kendala terbesar dalam 

melaksanakan kurikulum pendidikan. Hal tersebut 

dapat dilihat dari gambaran bahwa mutu guru masih 

11 BSNP,Kualitas Tenag Lulusan SMK Belum Sesuai 

yang DIharapkan Industri, http://www.beritasatu.com/

pendidikan/312762-bnsp-kualitas-tenaga-lulusan-smk-

belum-sesuai-yang-diharapkan-industri.html, diakses 

tanggal 10 Mei 2017. 12 Gedung SMP yang Rusak Perlu Direhabilitasi, http://

www.beritasatu.com/pendidikan/434932-3000-gedung-

smp-yang-rusak-perlu-direhabilitasi.html, diakses 

tanggal 10 Mei 2017.

jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang 

sesuai dengan pesatnya perkembangan zaman. Jika 

guru memiliki kualitas sebagai guru profesional, 

maka tuntutan kurikulum apapun dapat dipenuhi, 

ibarat seolah seorang chef maka makanan jenis 

apapun sepanjang bahan dan peralatannya tersedia 

maka dia akan dapat menghasilkan masakan yang 

enak meski bahan dan peralatan terbatas (Rijali, 

2009: 12-17).

Persoalan lainnya adalah persoalan standar 

pengelolaan. Terdapat temuan masalah pengelolaan 

di SMK, antara lain rendahnya pelatihan bagi 

teknisi dan laboran, rendahnya kerja sama dengan 

dunia usaha dunia industri, rendahnya penerapan 

sistem manajemen mutu, rendahnya unit produksi, 

serta belum maksimalnya penyaluran lulusan ke 

dunia usaha dunia industri. Persoalan standar 

pengelolaan juga memerlukan kepiawaian kepala 

sekolah sebagai pimpinan dalam pengelolaan satuan 

pendidikan melalui kemampuan menggali kekuatan 

dan kelemahan satuan pendidikan serta kemampuan 

dalam pengelolaan akan menggerakan potensi-

potensi yang masih belum tergali seperti faktor 

internal dan eksternal yang mempunyai kontribusi 

dalam prestasi siswa. Potensi tersebut seperti bakat 

pada siswa, karakter siswa serta keterlibatan orang 

tua siswa (Raharjo, 2014: 481).

Berdasarkan uraian di atas, perlu upaya yang 

keras untuk menyelesaikan persoalan delapan SNP, 

terutama pada standar yang masih ditemukan banyak 

masalah antara lain standar kompetensi lulusan, 

standar sarana dan prasarana, standar pendidik 

dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan. 

Rendahnya pencapaian SNP pada komponen yang 

masih rendah perlu mendapat perhatian agar mutu 

pendidikan dapat dicapai secara utuh. Perlu prioritas 

dari pemegang kebijakan untuk secara bersamaan 

atau pun memperbaiki satu persatu pencapaian 

SNP.

Penutup

Simpulan

Pendidikan merupakan sektor penting 

pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara. 

Program pendidikan sering kali menjadi program 

unggulan setiap pergantian masa pemerintahan. 

Upaya pencapaian pemerataan pendidikan bagi 

seluruh warga negara Indonesia terus dilakukan. 

Namun tugas bidang pendidikan tidak hanya pada 

pencapaian kuantitas pendidikan, akan tetapi juga 

pada kualitas pendidikan yang diberikan kepada 

para calon penerus bangsa. 

Karenanya penyelenggaraan pendidikan agar 

tetap bermutu harus berada pada koridor acuan 

standar yang ditetapkan. Standar diperlukan


Faridah Alawiyah, Standar Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah | 91 

agar proses pendidikan memiliki tujuan yang 

jelas. Standar dibuat untuk menilai pencapaian 

visi pendidikan, agar dapat mengikuti tuntutan 

globalisasi, serta untuk terus meningkatkan 

kualitas. Sehingga, Standar menjadi patokan dalam 

menentukan acuan penyelenggaraan pendidikan 

dalam upaya mencapai tujuan.

Pendidikan di Indonesia mengacu pada delapan 

standar pendidikan yang dinamakan SNP yaitu 

terdiri dari standar kompetensi lulusan, standar 

isi, standar proses, standar pengelolaan, standar 

pendidik dan tenaga kependidikan, standar evaluasi, 

standar pembiayaan, standar sarana dan prasarana. 

SNP dikembangkan dan ditetapkan untuk mengukur, 

mengevaluasi, menilai mutu pendidikan, dalam 

rangka meningkatkan mutu pendidikan. Masing-

masing komponen dalam SNP saling terkait 

dan membentuk sebuah sistem penyelenggaraan 

pendidikan mulai dari input, proses serta output. 

Dalam pelaksanaannya, pencapaian SNP kerap 

menghadapi berbagai permasalahan. Terutama 

pada komponen standar kompetensi lulusan yang 

masih belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat, 

dunia usaha dan dunia industri. Standar kedua 

yang masih banyak ditemukan masalah adalah 

standar pada sarana dan prasarana di mana tidak 

sedikit juga ditemukan bangunan sekolah yang 

sudah tidak layak serta kurangnya prasarana yang 

memadai. Standar lainnya adalah standar pendidik 

dan tenaga kependidikan. Rendahnya mutu guru 

serta tidak sesuainya kualifikasi pendidikan 

pendidik dan tenaga kependidikan menjadi 

masalah yang perlu dituntaskan. Persoalan lainnya 

adalah persoalan standar pengelolaan. Rendahnya 

penerapan sistem manajemen mutu kepala sekolah 

dalam mengelola satuan pendidikan serta belum 

optimalnya kemampuan kepala sekolah di satuan 

dalam menggali kekuatan dan kelemahan satuan 

pendidikan.

Saran

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, 

disarankan agar pemerintah sebagai pemegang 

kebijakan, dapat meningkatkan upaya dalam 

pencapaian standar nasional pendidikan terutama 

pada komponen standar yang masih perlu 

mendapat perhatian secara bertahap maupun 

serentak disesuaikan dengan kondisi yang paling 

memungkinkan. DPR RI melalui fungsi pengawasan, 

anggaran, serta legislasi dapat mengoptimalisasi 

pencapaian SNP agar dapat dirasakan oleh 

masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. 

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Handayani, Meni. 2016. Pencapaian Standar Nasional 

Pendidikan Berdasarkan Hasil Akreditasi SMA 

Di Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Pendidikan dan 

Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2, Agustus 2016.

Raharjo, Sabar Budi. 2014. Kontribusi Delapan SNP 

terhadap Pencapaian Prestasi Belajar. Jurnal 

Pendidikan dan Kebudayaan, Vol 20 Nomor 4 

Tahun 2014.

Buku

Arifin, Anwar. 2007. Profil Baru Guru dan Dosen 

Indonesia. Jakarta: Penerbit Pustaka Indonesia.

Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka 

Cipta.

Hidayat, Ara dan Imam Machali. 2015. Pengelolaan 

Pendidikan. Yogyakarta: Kaukaba.

Kusnandar. 2009. Guru Profesional, Implementasi 

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Sukses 

dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo 

Persada. 

Nurdin, Diding dan Imam Sibaweh. 2015. Pengelolaan 

Pendidikan dari Teori Menuju Implementasi, 

Jakarta: Rajawali Pers.

Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran, 

Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum 

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: 

Kencana.

Silberman, Melvin L. 2009. Active Learning. Yogyakarta: 

Pustaka Insan Madani.

Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2001. Penelitian dan 

Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru 

Algesindo.

Rizali, Ahmad Dkk. 2009. Dari Guru Konvensional 

Menuju Guru Professional. Jakarta: Grasindo.

Tilaar, HAR. 2012. Standarisasi Pendidikan Nasional 

Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta. 

Zazin, Nur. 2011. Gerakan Menata Mutu Pendidikan. 

Yogyakarta: Arruzz Media. 

Dokumen

Data BPS-RI, Susenas 1994-2016

Dokumen Pedoman Umum Sistem Penjaminan Mutu 

Pendididikan Dasar dan Menengah. Direktorat 

Jenderal Pendididikan Dasar dan Menengah Tahun 

2016.

Dokumen Paparan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 

dalam RDP Panja Evaluasi Pendidikan Dasar dan 

Menengah Komisi X DPR RI, Senin, 5 Juni 2017.

92 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017

Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang 

Perubahan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang 

Standar Nasional Pendidikan.

UU Sistem Pendidikan Nasional.

Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar 

Pengawas Sekolah/Madrasah.

Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar 

Pengawas Sekolah/Madrasah.

Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 Standar Guru.

Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar 

Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah.

Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar 

Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah.

Permendiknas Nomor 26 Tahun 2008 Standar Tenaga 

Laboratorium Sekolah/Madrasah.

Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar 

Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009.

Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar 

Pengelolaan Pendidikan.

Internet

Peringkat Pendidikan Indonesia Masih Rendah, http://

www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2016/06/18/

peringkat-pendidikan-indonesia-masih-

rendah-372187, diakses tanggal 5 Mei 2017.

Rangking Pendiidkan Negara Negara Asean, http://www.

dw.com/id/rangking-pendidikan-negara-negara-

asean/g-37594464, diakses tanggal 5 Mei 2016. 

Aksi Kamu, Inilah Cara Kamu untuk Membantu, https://

yappika-actionaid.or.id/campaign/sekolahaman/

donasi?gclid=Cj0KEQjwyZjKBRDu--WG9ayT_

ZEBEiQApZBFuL3Lqkm8O1VHJ7xYhJ4QZ3ih

CTgMjXJvq94FL7LJlbUaAqQ18P8HAQ, diakses 

tanggal 5 Mei 2015. 

6.6 Juta Anak Terancam Bahaya karena Belajar di 

Kelas Rusak, http://www.republika.co.id/berita/

pendidikan/eduaction/17/05/03/opdwyd384-66-

juta-anak-terancam-bahaya-karena-belajar-di-

kelas-rusak, diakses tanggal 6 Mei 2017.

DPR Temukan Banyak Sarana Prasarana pendidikan 

tak Memadai, https://kabarindonesiapintar.

com/2017/02/07/dpr-temukan-banyak-sarana-

prasarana-pendidikan-tak-memadai/, diakses 

tanggal 6 Mei 2017. 

DPR Beri Rekomendasi Atasi Minimnya Sarana Prasarana 

Serkolah, https://fraksigolkar.or.id/2017/05/10/

dpr-beri-rekomendasi-atasi-minimnya-sarana-

prasarana-sekolah/, diakses tanggal 6 Mei 2017.

Standar Nasional Pendidikan, http://bsnp-indonesia.

org/?page_id=61, diakses tanggal 20 Mei 2017. 

 Tentang BSNP, Tugas dan Kewenangan, http://bsnp-

indonesia.org/?page_id=32, diakses tanggal 20 Mei 

2017.

Banyak Lulusan SMK Jadi Pengangguran Ini 

Penyebabnya, https://finance.detik.com/berita-

ekonomi-bisnis/3508298/banyak-lulusan-smk-jadi-

pengangguran-ini-penyebabnya, diakses 5 Mei 

2017. 

BSNP, Kualitas Tenaga Lulusan SMK Belum Sesuai 

yang Diharapkan Industri, http://www.beritasatu.

com/pendidikan/312762-bnsp-kualitas-tenaga-

lulusan-smk-belum-sesuai-yang-diharapkan-

industri.html, diakses tanggal 10 Mei 2017.

Gedung SMP yang Rusak Perlu Direhabilitasi, http://

www.beritasatu.com/pendidikan/434932-3000-

gedung-smp-yang-rusak-perlu-direhabilitasi.html, 

diakses tanggal 10 Mei 2017.

Senin, 16 Maret 2015

Pengenalan Aplikasi Visual

Pengenalan Aplikasi Visual
• Aplikasi adalah adalah suatu subkelas
perangkat lunak komputer yang
memanfaatkan kemampuan komputer
langsung untuk melakukan suatu tugas yang
diinginkan pengguna Biasanya dibandingkan
dengan perangkat lunak sistem yang
mengintegrasikan berbagai kemampuan
komputer, tapi tidak secara langsung
menerapkan kemampuan tersebut untuk
mengerjakan suatu tugas yang
menguntungkan pengguna. Contoh utama
perangkat lunak aplikasi adalah pengolah
kata, lembar kerja, dan pemutar media.

IDE (Integrated Development
Environment) Delphi
• Lingkungan pengembangan terpadu atau
Integrated Development Environment
(IDE) adalah bagian dari Delphi yang
digunakan untuk memungkinkan
pemrograman secara visual merancang
tampilan untuk para user (antarmuka
pemakai) dan menuliskan listing program
atau kode

4. Form
Form Designer merupakan suatu objek yang dapat
dipakai sebagai tempat untuk merancang program aplikasi.
Form berbentuk sebuah meja kerja yang dapat diisi dengan
komponen-komponen yang diambil dari Component Palette

Kamis, 19 Februari 2015

: Meluruskan Sejarah Menguak Tabir Fitnah

Ibnu Saba`, seorang Yahudi yang berpura-pura masuk Islam, dengan tujuan untuk merusak Islam dari dalam, sebagaimana agama Nasrani juga pernah disusupi oleh seorang Yahudi yang pura-pura masuk Nasrani. Laki-laki terlaknat ini bergerak dalam kegelapan, menghimpun orang-orang munafik dan orang-orang dungu yang berbaur di tengah kaum Muslimin. Mereka inilah yang menyulut fitnah dan pemberontakan kepada khalifah Utsman bin Affan RA, bahkan berhasil membunuh beliau secara zhalim dan keji. Dan yang lancang membunuh beliau adalah si Yahudi itu, yang dikenal dengan kematian hitam. Dalam kekisruhan yang terjadi antara para sahabat besar: Ali bin Abi Thalib, Aisyah, az-Zubair bin al-Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah RA, si Yahudi dan kelompoknya itu pulalah yang mengobarkan peperangan di antara mereka. Begitu pula dalam benturan antara khalifah Ali dan Mu'awiyah RA, yang menewaskan banyak kaum Muslimin, orang durjana itu dan para pengikutnya, sekali lagi berada di balik peristiwa itu. Kelompok sempalan pertama dalam Islam adalah khawarij, dan salah satunya adalah golongan Syi'ah Rafidhah; keduanya tidak lepas dari andil si Yahudi tersebut. Ini adalah sebagian kecil dari fitnah yang terjadi di tengah generasi Islam terbaik itu, ditambah lagi dengan kesimpang-siuran yang disebabkan oleh penulisan sejarah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Buku ini meluruskan catatan sejarah tentang pertikaian dan fitnah yang telah terjadi, sejak Rasulullah SAW wafat hingga Masa Bani Umayyah. Selamat membaca!!

Abdul Qahhar Mudzakkar Sang Patriot Pejuang

n Bekas KNIL

Penulisan sejarah mengenai pergolakan Abdul Qahhar Mudzakkar telah mengantarkan beberapa anak manusia untuk menjadikan dirinya sebagai pakar atau ahli, diantaranya pakar ilmu sejarah, pakar ilmu politik, antropologi, psychology, ahli strategi perang/kemiliteran atau lainnya. Tetapi juga tidak jarang orang menulis sejarahnya dengan cara memutar balik dan memanipulasi, sekedar untuk memenuhi selera atau pesan sponsor dari penulisnya. Mereka menulis sejarah Abdul Qahhar Mudzakkar hanya dengan tujuan untuk membingunkan orang-orang Indonesia yang mempunyai pemikiran yang sama dengannya, khususnya membingungkan umat Islam. Tujuan penulisan mereka adalah untuk mengelabui orang-orang yang pada masa itu tidak mengerti peristiwa sebenarnya, akan tetapi berusaha mengikuti jejak langkah perjuangan Abdul Qahhar Mudzakkar dkk.
Kisah Abdul Qahhar merupakan bahan thesis, disertasi maupun rujukan untuk membuat suatu tulisan. Akan tetapi terhadap peristiwa pergolakan dan pemikirannya, tidak seorangpun diantara cendikiawan sekuler, yang berkeinginan menggali sejarah perjuangannya secara utuh dan jujur. Tidak satupun diantara mereka yang berusaha mencoba melihat dari sisi lain, bahwa Abdul Qahhar Mudzakkar adalah korban kelicikan, ketidak adilan serta korban dari akal busuk dan pengkhianatan kaki tangan kolonial Belanda.
Barangkali wajar jika sampai terjadi, penulisan sejarah mengenai perjuangan Abdul Qahhar dalam revolusi kemerdekaan Indonesia dimanipulasikan. Karena pada masa sejarah kehidupan Abdul Qahhar, ada juga seorang jenderal yang sangat berkuasa sempat mengeluh mengenai penulisan sejarah perjuangan yang tidak benar: “ Kolonel Supolo, kepala Humas MPRS menguraikan debatnya dengan kolonel Drs. Nugroho pada waktu melengkapi museum ABRI, dimana peran saya tidak ikut digambarkan. Bahkan dalam hal peran di MPRS selaku ketuanya tidak dihadirkan, walaupun ke-empat wakil ketuanya ditampilkan. Katanya kepala pusat sejarah ABRI ini, berterus terang bahwa ia terpaksa berbuat demikian “atas perintah”. (lihat di Nasution, Memenuhi panggilan tugas, jilid 8 )
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dalam menyusun kabinet pemerintahan R.I pertama, negara belum memiliki kelengkapan tentara. Pembentukan kesatuan pertahanan bersenjata bermula dari BKR (Badan Keamanan Rakyat) kemudian berubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat), kemudian menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia), setelah itu menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia/Serikat (APRI/S) dan pada akhirnya berkembang menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Dalam situasi kesatuan angkatan perang republik secara resmi belum berdiri, situasi ini merupakan suatu kesempatan yang baik bagi bekas serdadu-serdadu( Het Koninklijk Nederland Indische Leger) yaitu organisasi kesatuan serdadu kerajaan Belanda untuk memanfaatkan. Apalagi dengan KMB yang diakhiri oleh istilah penyerahan kedaulatan, para bekas KNIL dapat secara aman meng”infiltrasi secara resmi” kedalam tubuh kesatuan tentara republik Indonesia. Barangkali menurut anggapan para bekas KNIL, TNI lebih cenderung merupakan singkatan dari Tentara Nederland Indonesia, oleh karena itu wadah tentara nasional harus lebi mengutamakan kepentingan bekas serdadu-serdadu kolonial Belanda Het KNIL.
Situasi Indonesia yang baru saja merdeka, yang juga diidukung oleh hasil dari keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB), pada akirnya berasil mengumpulkan pejuang dan pengkhianat bangsa untuk bersama-sama berada dalam satu wadah. Kebersamaan mereka itu tidak hanya saja didalam pemerintahan sipil saja, akan tetapi juga terutama terjadi dalam instansi yang sangat penting yaitu pada angkatan bersenjata.
Pusat kesatuan tentara Indonesia pada waktu itu membawahi lima devisi, diantaranya teritorial Jawa Barat – divisi Siliwangi komandannya A.H Nasution, teritorial Jawa Tengah – divisi Diponegoro komandannya Gatot Subroto, teritorial Jawa Timur – divisi Brawijaya komandannya Sungkono dan dua teritorial lainnya di Sumatera  komandannya adalah Simbolon dan Kawilarang. Dengan membaca nama-nama komandan divisi tersebut, secara jelas dapat diketahui bahwa wadah tentara nasional pada waktu itu telah di dominasi oleh perwira-perwira berlatar belakang pendidikan akademi militer (yang didirikan oleh penjajah Belanda).  Sedangkan kekuatan pertahanan untuk wilayah Indonesia bagian timur; dikoordinir oleh Kesatuan Gerilyawan Seberang (KGS) yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Abdul Qahhar Mudzakkar. Wilayah kekuatan pertahanan dan penyerangan KGS meliputi Kalimantan, Bali, Kepulauan Nusatenggara, Sulawesi dan Kepulauan Maluku.
Setelah Jenderal Sudirman, Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia pergi selama-lamanya, bekas serdadu-serdadu penjajah Belanda yang pada awalnya telah menggeser dan melumpuhkan komandan-komandan Laskar di Jawa Barat ( pada umumnya berlatar belakang Kiai/Ulama), selanjutnya berhasil merebut posisi  yang sangat menentukan di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD). Bekas KNIL di MBAD itu, kemudian merasa bebas menggeser para patriot pejuang kemerdekaan. Dan tampil sebagai orang yang paling berjasa dalam dunia kemiliteran di Indonesia.
Let.Kol. Abdul Qahhar, seorang yang pada masa revolusi kemerdekaan bertugas langsung dibawah komando Panglima Besar Jenderal Sudirman, serta tidak melalui pendidikan militer penjajah Belanda. Pada akhirnya, setelah Indonesia mendapat kedaulatan hadiah Belanda (KMB), ia kemudian menjadi korban dari penghianat-penghianat bangsa yang berkumpul dalam wadah tentara nasional. Awalnya ia ditekan karena MBAD telah dikuasai dan didominasi bekas KNIL, “sebagai seorang perwira dari Angkatan Perang tidak dipercayai oleh pimpinan Angkatan Perang sehingga menjadi perwira “nganggur” dan perwira tidak mempunyai “tanggung jawab” (- salinan surat Abdul Qahhar Mudzakkar)

Konferensi Meja Bundar (KMB)

Sesuai dengan keputusan KMB pada tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan Belanda menyerahkan kedaulatan kepada bangsa Indonesia. Sebagai akibatnya negara Indonesia yang pada awalnya sesuai dengan UUD 1945 sebagai negara kesatuan, telah berakhir dan berubah menjadi Negara Federal yang bernama Republik Indonesia Serikat (R.I.S)  yang merupakan federasi negara-negara BFO dan RI-Yogyakarta.
Sikap Abdul Qahhar Mudzakkar terhadap hasil KMB beliau tulis dalam buku kecil “Konsep Negara demokrasi Indonesia – Koreksi Pemikiran Politik Pemerintahan Soekarno” halaman 16 : ” ….. tindakan khianat golongan Soekarno menjalankan politik kompromi, mengadakan perundingan dengan pihak Belanda pada masa meluas dan memuncaknya semangat perlawanan rakyat diseluruh kepulauan Indonesia, yang dipatahkan sekaligus dengan perjanjian Linggarjati tahun 1947, Perjanjian Renville tahun 1948, yang pada akhirnya dihancur leburkan dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949, yang menghasilkan pemberian kedaulatan hadiah Belanda dengan syarat “tanpa Irian Barat”, yang mempunyai rentetan akibat-akibat buruk seperti yang kita lihat sekarang, maka S.M. Kartosoewirjo seorang politicie berkwalitet tinggi, dan seorang Pemimpin Ulung Islam Revolusioner di Jawa Barat, bangkit mempelopori golongan Pejuang Islam revolusioner Indonesia menentang dan memberi perlawanan tegas kepada pemerintahan R.I Soekarno, serta mengumumkan proklamasi berdirinya Negara  Islam Indonesia pada tarich 12 Syawal 1368 H/ 7 Agustus 1949. Proklamasi S.M Kartosoewirjo itu diikuti dan didukung oleh golongan Pejuang Islam Revolusioner di Sulawesi, di Aceh dan di kepulauan Indonesia lainnya, dari barat sampai timur Indonesia”.
Akibat adanya KMB dengan segala keputusannya, tidak hanya mempengaruhi pemerintahan sipil saja, tetapi juga berpengaruh pada permasalahan-permasalahan yang terjadi didalam masalah pertahanan (tentara) negara. Terpaksa harus diadakan peleburan, wadah pejuang-pejuang Republik Indonesia bergabung menjadi satu dengan aparat warisan Belanda KNIL secara mudah tanpa persyaratan dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Sementara (APRIS) atau APRI yang kemudian pada akhirnya APRI/S berubah menjadi TNI.
Abdul Qahhar Mudzakkar termasuk kelompok yang tidak setuju dengan KMB bersama-sama Jenderal Soedirman. Ia tidak menyetujui berlanjutny dominasi ekonomi penjajah; karena itu ketika diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB), ia memerintahkan kepada anggota pasukannya untuk bergerak sebagai protes ketidak setujuan mereka. Peristiwa tersebut yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Masamba Affair, yaitu suatu peristiwa yang telah membuktikan kepada dunia bawah wilayah Indonesia bagian Timur tidak sebagaimana menurut keterangan Belanda.

Sejarah Bangsa

MENJELANG Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Cipasung, Singaparna, Kab. Tasiklamaya, tahun 1994 lampau, KH. Abdurrahman Wahid berdiskusi di kantor Redaksi Pikiran Rakyat Jln. Soekarno-Hatta 147 Bandung. Tokoh yang akrab dipanggil Gus Dur itu bicara tentang berbagai persoalan nasional dengan gayanya yang khas dan disambut ger-geran oleh hadirin. Tiba-tiba saja pembicaraan berbelok ke masalah Darul Islam (DI).

Dunia saat ini, kata Gus Dur yang saat itu Ketua Umum PB NU, tengah mengalami perubahan besar. Tidak terkecuali di Indonesia. Apa yang sebelumnya secara politik diharamkan, pada perkembangan berikutnya bisa dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja.
Dia mengambil contoh tentang sikap lunak pemerintah terhadap sejumlah tokoh yang pada masa lalu dianggap berbahaya bagi negara, atau setidak-tidaknya dicurigai akan mengancam stabilitas nasional. Termasuk di dalamnya orang-orang yang terkait dengan Darul Islam.
“Belum lama ini, Pangab Feisal Tanjung mengunjungi Ajengan Khoer Affandi di Manonjaya Tasikmalaya. Semua tahu, Ajengan Khoer itu kan pernah menjabat semacam bupati DI wilayah Ciamis dan sekitarnya. Kalau Feisal Tanjung saja sowan ke Ajengan Khoer, bukan tidak mungkin Pak Harto berziarah ke makam tokoh DI Kartosuwiryo,” tuturnya.
Kalimat terakhir itu disambut riuh gelak yang hadir. Memang pada tahun tersebut, Feisal Tanjung bersilaturahmi ke Pesantren Miftahul Huda Manonjaya yang dipimpin KH. Khoer Affandi. Ulama yang satu ini memang cukup berpengaruh di Tasikmalaya. Santrinya banyak, dan sebgian lagi malah sudah mendirikan pesantren sendiri. Dia akrab dipanggil Uwak Khoer.
Saya yakin, bukan lantaran ucapannya itu kalau kemudian Gus Dur diharamkan bersalaman dengan Presiden Soeharto, saat orang kuat Orde Baru tersebut membuka Muktamar NU di Cipasung. Bahkan Gus Dur tidak diperkenankan masuk ke ruang VIP, tempat Pak Harto beristirahat. Padahal hajatan itu adalah hajatan orang NU, dan Gus Dur adalah pimpinann puncaknya.
Ketidaksukaan Pak Harto kepada Gus Dur, lebih disebabkan sikap kiai tersebut yang dianggap seringkali berani berbeda pendapat dengan pemerintah. Kita semua tahu, pada zaman keemasan Orde Baru, perbedaan pendapat bisa dianggap sebagai sebuah kejahatan.
Tapi “ramalan” Gus Dur tidak terbukti. Ternyata sampai akhir hayatnya, Pak Harto tidak pernah berziarah ke makam Pak Karto yang konon terletak di Pulau Onrust gugusan Kepulauan Seribu.
Belakangan, nama DI atau NII kembali disebut-sebut. Di beberapa daerah, termasuk Jawa Barat sejumlah orang ditangkapi. Kasus terakhir adalah penangkapan yang dilakukan Densus 88 terhadap 20 orang aktivis NII di Bandung. Mereka diciduk di sebuah tempat di Kota Bandung, yang diduga menjadi basis pergerakan kelompok bersangkutan selama ini.
Wacana perlunya berdiri sebuah negara Islam Indonesia memang tidak pernah padam sama sekali. Dengan basis pemikiran DI-nya Pak Karto, wacana ini merambah ke kalangan kaum terpelajar. Meskipun kemudian di tengah perjalanannya banyak terjadi improvisasi. Sebagian dari mereka menyebut gerakannya sebagai Dal (D) Alif (I) atau Neo Dal Alif. Sedangkan Negara Islam Indosesia sering disebut N-11.
Namun menyebut nama DI atau NII, tidak selamanya berkonotasi perjuangan lurus demi keyakinan yang diperjuangkan para aktivisnya. Beberapa referensi menunjukkan adanya pemanfaatan nama besar DI bagi kepentingan-kepentingan sekelompok orang.
Salah satu hal menarik adalah apa yang dikemukakan mantan Pangkopkamtib Letjen (Purn) Sumitro. Dalam buku biografinya Sumitro secara terang-terangan menulis tentang hubungan Ali Murtopo dan orang-orang DI. Lewat Opsus (Operasi Khusus) dan lembaga Aspri (Asisten Pribadi) Presiden, Ali Murtopo dengan giat menggarap kader DI dari Jabar dan Jateng.
Mereka di Jakarta menempati markas tersendiri yang sudah disediakan Ali Murtopo. Secara implisit, Sumitro menulis kemungkinan pertautan antara aktivitas tersebut dengan meletusnya peristiwa 15 Januari 1974 yang menghebohkan itu. Demo mahasiswa yang berakhir dengan “bakar-bakaran” tersebut dikenal dengan peristiwa Malari.
Dia menyebut sejumlah pentolan DI yang punya hubungan khusus dengan Ali Murtopo. Termasuk di antaranya Haji Ismail Pranoto alias Hispran (Jateng). Menurut Umar Abduh –yang rajin menyoroti DI KW-9 Al-Zaytun Indramayu- dalam sebuah wawancara di Trans TV, kepada Hispran-lah Abu Bakar Ba’asyir dan Abdullah Sungkar (alm) berbai’at. Dua nama itu disebut-sebut aparat sebagai tokoh sentral Jamaah Islamiyah (JI).
Tapi saya pun percaya, masih banyak ikhwan yang dalam dirinya mengalir semangat mendirikan daulah Islamiyah secara murni, tanpa ditunggangi kepentingan politik pemerintah. Kawan-kawan seperti itu tidak menjadikan harakah tersebut sekadar mainan gaya Orde Baru, hanya untuk menjebak dan mendata orang-orang yang berseberangan dengan negara. Saya cukup banyak mengenal ikhwan yang berhati tulus seperti itu. Mereka saleh, tawadlu, namun tetap istiqomah dalam pendirian.
Rasa-rasanya tidak adil juga, kalau dalam memori kolektif bangsa ini yang terekam soal DI hanya sangkaan pembunuhan, penjarahan, atau pemerkosaan. Pencitraan tersebut pada satu sisi adalah sebuah keberhasilan kerja rezim pada masanya, yang mencekoki rakyat melalui buku-buku pelajaran sejarah menurut versinya sendiri.
Latar belakang munculnya gerakan yang dipimpin Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo itu jarang sekali dikaji secara fair dan ilmiah. Kecuali sejumlah buku yang ditulis orang asing. Susah untuk mempercayai adanya organisasi DI yang kuat dan solid setelah Pak Karto tidak ada. Kini yang ada tinggal sejumlah faksi yang mengklaim diri sbagai pewaris sah DI. Namun sebagai sebuah semangat, DI sangat dimungkinkan tetap berada dalam diri para kader dan simpatisannya.**

Cerita Islam

Ahmad Hariadi (Mantan Mubaligh Ahmadiyah) : Tugas saya menyadarkan jemaat Ahmadiyah.
Tak banyak orang mengenal sosok yang satu ini. Mubaligh senior yang sempat 10 tahun bergabung dengan Ahmadiyah ini, kemudian menyadari dan insaf bahwa Ahmadiyah keliru dan sesat. Ia pun lantas meninggalkan Ahmadiyah. Meskipun awalnya pertemuan dengan tokoh sekaliber Buya Hamka dan M Natsir tak membuatnya goyah untuk tetap memeluk Ahmadiyah.
Tekadnya sekarang adalah menghabiskan sisa hidupnya untuk melakukan penyadaran bagi Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) agar kembali pada Islam yang kaffah. Ia tegaskan lagi janjinya saat tabligh akbar di Masjid Al Barkah, Matraman, Jakarta. Pemimpin Yayasan Kebangkitan Kaum Muslimin di Garut, Ahmad Hariadi, memaparkan kisahnya kepada wartawan Republika, Rachmat Santosa Basarah. Berikut petikannya.
Bagaimana awalnya, Anda bisa tertarik masuk Ahmadiyah?
Tahun 1971, saat itu usia saya 19 tahun, saya mendatangi cabang Ahmadiyah Surabaya, membaca buku-buku Ahmadiyah, termasuk yang dikarang oleh Mirza Ghulam Ahmad. Setelah saya pelajari, akhirnya saya tertarik dan saya simpulkan, inilah yang saya cari. Setelah itu, saya hadapkan pada guru-guru saya yang sebelumnya saya pun belajar pada mereka. Ada yang dari Muhammadiyah, NU, Persis, dan lainnya. Saya kan sebelum kenal Ahmadiyah belajar lama pada para alim ulama itu. Saya juga mubaligh, dan jauh sebelum itu sudah mengisi ceramah di salah satu radio di Jombang.
Ketertarikan saya saat itu karena melihat organisasi Ahmadiyah adalah organisasi dunia. Mereka menerjemahkan Alquran ke dalam berbagai bahasa dan organisasinya rapi. Pendirinya adalah Imam Mahdi, Isa yang dijanjikan. Jadi, menurut saya, saat itu ada daya tarik khusus yang tidak ada pada kelompok-kelompok Islam lainnya.
Kemudian dari ajarannya, Ahmadiyah membuat definisi bahwa Rasul itu dibagi dua. Yaitu, yang membawa syariat dan yang tidak membawa syariat dan pakai dalil Alquran--yang memang kalau dilihat sepintas memang benar. Menurut Ahmadiyah, rasul yang tidak membawa syariat itu bisa saja datang, yaitu Mirza Ghulam Ahmad.
Kalau seandainya para guru saya atau para ulama mengatakan definisi dalam Ahmadiyah bahwa rasul dibagi dua, itu tidak benar. Tentu, saya tidak akan masuk Ahmadiyah saat itu. Memang ada ayat di dalam Alquran. Namun, bukan berarti nabi-nabi Bani Israil tidak membawa syariat. Memang, dalam hal-hal prinsip berinduk pada Taurat. Tapi, dalam hal-hal lain yang sifatnya sesuai dengan situasi dan kondisi pada waktu nabi-nabi itu berada, mereka juga membawa syariat. Itu kunci jawabannya. Kalau saya dapatkan itu sebelum saya masuk Ahmadiyah, saya tidak akan masuk Ahmadiyah.
Bagaimana tanggapan para alim ulama (guru Anda) setelah mengetahui Anda tertarik Ahmadiyah?
Saya menemui mereka dan saya hadapkan hujjah-hujjah Ahmadiyah pada mereka. Terutama, yang menyangkut tiga masalah pokok. Pertama, Nabi Isa AS masih hidup atau sudah mati. Kedua, akankah datang rasul atau nabi lagi yang tidak membawa syariat. Ketiga, benar atau tidakkah bahwa Mirza Ghulam Ahmad ini sebagai Imam Mahdi, sebagai Nabi Isa yang dijanjikan.
Mungkin, karena mendadak dan mereka belum mempelajari secara mendalam, mereka akhirnya cukup kelabakan juga. Akhirnya, saya simpulkan bahwa hujjah-hujjah Ahmadiyah ini tidak bisa dipatahkan. Akhirnya, mereka bahkan menyimpulkan bahwa kalau memang Ahmadiyah benar, mengapa Buya Hamka dan Muhammad Natsir tidak masuk Ahmadiyah.
Setelah menghadap para ulama yang sebelumnya adalah guru-guru Anda itu, apa yang Anda lakukan?
Dua tahun kemudian, tahun 1973, saya sempatkan untuk pergi ke Jakarta mendatangi Buya Hamka di Masjid Al Azhar. Saya ditanya Buya, ada apa datang ke sini? Saya katakan, saya dari Pare, Kediri. Saya katakan, ada problem dengan Ahmadiyah. Langsung spontan, Buya Hamka memegang pundak saya dan meminta saya untuk tiga hari tinggal di rumah beliau, di samping Masjid Al Azhar itu. Selama tiga hari dengan beliau, kami dialog tentang tiga masalah pokok hujjah Ahmadiyah.
Namun, saya merasa jawaban-jawaban beliau belum memuaskan. Akhirnya, saya mendatangi Ustadz Muhammad Natsir dengan rekomendasi dari Buya Hamka. Pak Natsir kemudian memberikan hasil debat antara Al Hasan dari Persis dengan dua mubaligh Ahmadiyah, yaitu Rahmad Ali dan Abubakar Ayub. Dalam hasil debat yang sudah berbentuk buku itu, dibahas juga tiga masalah tadi. Saya masih belum puas juga.
Dua ulama besar tidak bisa membuat Anda goyah. Kemudian, apa yang Anda lakukan?
Setelah itu, saya ke Bandung karena ada saudara saya di sana. Kemudian, saya datang ke cabang Ahmadiyah di Bandung. Dan, saya utarakan mau dibaiat masuk Ahmadiyah (Ahmad Hariadi menuturkan dengan mata memerah dan berkaca-kaca--Red). Itu bulan Desember 1973. Saya mengisi formulir baiat masuk Ahmadiyah. Jadi, sebelum mengisi formulir itu ada 10 persyaratan baiat. Dan, itu sampai sekarang masih diterapkan di Ahmadiyah.
Setelah dibaiat, ada tiga hal dipesankan kepada saya. Pertama, saya tidak boleh makmum di belakang orang yang bukan Ahmadiyah. Kedua, tidak boleh kawin dengan orang yang bukan Ahmadiyah. Dan ketiga, saya harus membayar seperenambelas dari penghasilan per bulan. Itu namanya Candah Am, atau iuran umum bagi anggota Ahmadiyah.
Sepekan setelah saya dibaiat, ada pertemuan tahunan pemuda Ahmadiyah se-Indonesia di Jakarta. Saat itu, saya menang juara satu lomba pidato. Akhirnya, saya ditawari oleh para mubaligh Ahmadiyah untuk menjadi mubaligh, dan tawaran itu saya terima. Bahkan, saat itu ada rencana saya dikirim ke Robuah, Pakistan, pusatnya Ahmadiyah dunia saat itu, untuk dididik menjadi mubaligh internasional.
Saat saya akan berangkat, ternyata di Pakistan ada huru-hara besar antara kaum Muslim dengan Ahmadiyah. Saya pun tidak jadi ke sana. Akhirnya, pimpinan mubaligh Ahmadiyah pusat Indonesia mengatakan agar saya langsung diangkat menjadi mubaligh senior dan tugas pertama saya ke kota Medan. Setelah dua tahun di Medan, saya dipindah ke Jakarta. Dan, di Jakarta sekitar 3,5 tahun. Setelah itu, dipindah lagi ke Bali selama enam bulan dan terakhir ke Lombok, NTB. Saya masuk bertugas di Lombok tahun 1983.
Kabarnya, ada kewajiban bagi setiap jemaat Ahmadiyah untuk merekrut satu orang setiap harinya. Apakah itu benar?
Waktu itu, saat saya tugas di Lombok, ada instruksi dari khalifah Ahmadiyah dunia keempat. Ia menginstruksikan pada jemaat Ahmadiyah di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Masing-masing negara ditarget, misalnya dalam tahun 1984, bisa menambah sekian ribu jemaat. Untuk mengejar target itu, pusat Ahmadiyah Indonesia bikin moto, 'Tiada hari tanpa tabligh (dakwah)'. Sejak saat itu, diinstruksikan kepada setiap jemaat melakukan dakwah minimal pada satu orang setiap harinya.
Siapa pemimpin Ahmadiyah sedunia sekarang?
Mirza Ghulam Ahmad, lahir pada 1835 dan meninggal pada 1908. Dia mendirikan Ahmadiyah tahun 1889. Setelah meninggal, dia diganti oleh khalifah Ahmadiyah pertama. Kemudian, bertutur-turut diganti oleh khalifah kedua, ketiga, dan keempat. Khalifah keempat ini adalah cucunya Mirza Ghulam Ahmad, namanya, Tahir Ahmad.
Pada 1984 itu, berapa kira-kira jemaat Ahmadiyah sedunia dan di Indonesia?
Saat itu, di Indonesia ada sekitar 20 hingga 30 ribuan. Kalau di seluruh dunia, sekitar satu juta atau kurang dari satu juta orang.
Tapi, kabar yang beredar menyatakan anggota JAI mencapai 500 ribu orang?
Menurut data Balitbang Depag, sekitar 80 ribu. Tapi, menurut pengakuan Ahmadiyah, satu juta orang, di antaranya 500 ribu sudah membayar iuran. Tapi, menurut saya, sebetulnya anggota jemaat Ahmadiyah di Indonesia ini tidak lebih dari 100 ribu orang. Untuk tingkat dunia, jemaat Ahmadiyah di seluruh dunia, menurut laporan Hasan Aodah (orang kedua dari khalifah keempat yang sudah sadar dan keluar dari Ahmadiyah) sekitar dua juta orang.
Hasan Aodah ialah orang Arab Palestina dan guru bahasa Arab khalifah ke empat. Ia dari kalangan intelektual dan berada, yang juga akhirnya sadar dan keluar dari Ahmadiyah. Sementara itu, menurut klaim dari Ahmadiyah sendiri mencapai 200 juta orang. Itu bohong.
Peristiwa apa yang kemudian membuat Anda sadar dan keluar dari Ahmadiyah. Padahal, Anda saat itu sudah 10 tahun lebih menjadi mubaligh senior Ahmadiyah?
Saat saya bertugas di Lombok Timur, NTB, saya kenal dengan Ustadz Irfan, pimpinan salah satu pondok pesantren di sana. Kami pun berdebat keras soal Ahmadiyah. Namun, tidak ada titik temu dan akhirnya kami sepakat melakukan mubahalah atau perang doa. Jadi, perjanjiannya, kalau selama tiga bulan lawan saya, yaitu Ustad H Irfan tidak diazab oleh Allah SWT, berarti saya kalah dan saya bersedia dipotong leher saya. Sementara itu, H Irfan juga mengatakan bersumpah pada Allah SWT bahwa kalau memang benar Mirza Ghulam Ahmad adalah Imam Mahdi, maka ia bersedia diangkat nyawanya oleh Allah dengan cara yang mengerikan sehingga diketahui banyak orang.
Namun, setelah tiga bulan H Irfan sehat walafiat. Dan, itu artinya saya kalah dalam perang doa itu. Tak lama setelah itu, sejumlah massa mendatangi rumah saya untuk menagih janji saya, yaitu penggal kepala saya. Saat situasi ribut-ribut, aparat polisi pun datang dan mengamankan.
Sejak saat itu, saya mulai guncang dan mulai ragu. Keraguan itu berjalan dua tahun hingga saya putuskan bahwa Ahmadiyah ini tidak benar. Saya pun sempat belajar dan memperdalam ilmu agama ke Malaysia dan Brunei Darussalam. Karena, sifat saya adalah selalu ingin mengetahui dan ingin bukti dalam menjalankan agama Islam ini.
Akhirnya, saya buat pernyataan saya keluar dari Ahmadiyah pada April 1986 di Malaysia dan Singapura. Setelah keluar dari Ahmadiyah, saya pun menantang khalifah keempat Ahmadiyah, Tahir Ahmad, yang merupakan pemimpin Ahmadiyah dunia untuk melakukan mubahalah (perang doa), seperti yang saya lakukan dengan Ustad H Irfan. Tantangan saya pun diterima oleh dia. Mestinya, kaum Ahmadiyah bisa berpikir bahwa sampai sekarang alhamdulillah saya sehat walafiat. Dan, bahkan bisa ada kegiatan membuat sejumlah buku.
Sementara, karena memang sudah takdir Allah SWT, beberapa saat setelah mubahalah, khalifah Keempat, Tahir Ahmad, meninggal dunia di tempat pelarian di London. Saya tidak pernah mendoakan jelek pada dia. Namun, itu semua sudah takdir Allah SWT.
Sebelum itu, saya sempat tiga kali berusaha menemui khalifah keempat ini. Namun, ia tidak mau menerima saya. Ia takut. Sejak itu, pusat Ahmadiyah pindah dari pakistan ke London. Karena, di Pakistan sudah dilarang.
Kegiatan Anda saat ini. Kabarnya, Anda sibuk dengan upaya-upaya penyadaran kaum Ahmadiyah untuk kembali ke Islam yang kaffah?
Ya, sekarang tugas saya adalah melakukan penyadaran-penyadaran. Percayalah bahwa saya sudah pernah mengalami apa yang saat ini kaum Ahmadiyah alami. Saya mengakui saat itu memang saya merasa yang paling benar dan orang lain pasti salah.
Saya tegaskan di sini, itu semua adalah salah. Saya tinggal di Garut, dan saya banyak menulis terutama tentang bagaimana kesesatan dari Ahmadiyah ini. Karena, penyadaran yang efektif adalah melalui buku. Saya sudah terbitkan buku yang judulnya Mengapa Saya Keluar dari Ahmadiyah, Seruan untuk Mencampakkan Agama Manusia, yakni Ahmadiyah, serta Oleh-oleh dari London. Juga buku berjudul 100 Lebih Pemahaman Kaum Muslimin perlu Direformasi. Selain itu, saya juga sudah menerjemahkan Alquran yang sudah mendapat pengesahan dari Departemen Agama.
Proses penyadaran ini, puncaknya ada di buku (100 Lebih Pemahaman Kaum Muslimin perlu Direformasi). Ini bersifat umum. Bahkan, Ketua Ahmadiyah Malang, Waji, pernah SMS ke saya. Dia baru selesai baca buku ini dan dia bilang buku saya bagus sekali.
Saya belum tahu kalau Waji ini ternyata ketua Ahmadiyah Malang. Lantas, saya katakan ke dia, kalau memang buku itu bagus, tolong sosialisasikan ke ustadz-ustadz dan masyarakat Muslim. Barulah di situ dia mengaku bahwa ia ketua Ahmadiyah Malang.
Sejumlah negara sudah melarang keberadaan Ahmadiyah. Menurut Anda?
Memang, di Pakistan tahun 1984 sudah dilarang. Sementara itu, di Malaysia dan Brunei Darussalam sudah dilarang, bahkan sudah puluhan tahun yang lalu. Juga di negara-negara lain.
Bagaimana pendapat Anda soal rencana keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri?
Memang, seharusnya kan sudah keluar SKB itu. Ini memang agak lambat. Beberapa waktu lalu sudah mengerucut-mengerucut dan katanya sudah akan keluar. Tapi, kok tampaknya susah juga. Kelihatannya, pemerintah melakukan pertimbangan-pertimbangan. Namun, saya yakin kelihatannya pemerintah masih akan tetap mengakomodasi Ahmadiyah. Entah diakomodasi berapa persen. Namun, yang jelas kelihatannya umat Islam akan diakomodasi jauh lebih banyak.
Kalau pendapat Anda, sebaiknya sikap pemerintah seperti apa?
Tugas saya saat ini adalah penyadaran. Kalau menurut saya, mari kita kumpulkan dulu tokoh-tokoh pimpinan dari Ahmadiyah ini dan dilakukan proses penyadaran. Saya bersedia untuk itu. Biarlah nanti terjadi debat yang panjang sekalipun. Saya siap dan bersedia.
Saya pernah dalam posisi mereka karena saya pernah 10 tahun lebih di Ahmadiyah. Bahkan, sampai tingkatan bersedia potong leher. Artinya, kan saat itu saya sudah benar-benar menjalankan dan mengamalkan ajaran Ahmadiyah. Jadi, kumpulkan mereka dan disaksikan pihak pemerintah, saya akan menjelaskan dan sejelas-jelasnya di mana letak kesesatan Ahmadiyah ini. Mari kita bicara. Yang penting mereka terbuka dan bersedia bertemu. Jadi, akhirnya mereka juga bisa sadar bahwa Ahmadiyah ini keliru.

Mirza Ghulam Ahmad yang lahir pada tahun 1839M menceritakan bahwa ayahnya bernama Atha Murtadha berkebangsaan mongol. (Kitab Al-Bariyyah, hal. 134, kary. Mirza Ghulam Ahmad). Namun anehnya, ia juga mengatakan “Kelurga dari Mongol, tetapi berdasarkan firman Allah, tampaknya keluargaku berasal dari Persia, dan aku yakin ini. Sebab tidak ada yang mengetahui seluk-beluk keluargaku seperti berita yang datang dari Allah Ta’ala.” (Hasyiah Al-Arba’in, no.2 hal.17, karya Mirza Ghulam Ahmad). Dia juga pernah berkata, “Aku pernah membaca beberapa tulisan ayahku dan kakekku, kalau mereka berasal dari suku mongol, tetapi Allah mewahyukan kepadaku bahwa aku dari bangsa Persia.” (Dhamimah Haqiqatil Wahyi, hal.77, kary. Mirza Ghulam Ahmad). Yang anehnya lagi, ia juga pernah mengaku sebagai keturunan Fathimah bin Muhammad. (lihat Tuhfah Kolart, hal. 29).

Aneh memang jika kita menelusuri asal usul Mirza Ghulam Ahmad. Dari asal-usul yang gak jelas inilah yang kemudian lahir juga pemahaman-pemahaman yang aneh dan menyesatkan.

Keadaan Keluarga Mirza Ghulam Ahmad
Mirza Ghulam Ahmad, pendiri jamaah ahmadiyah ini menceritakan keadaan keluarganya yang ditulisnya dalam kitab Tuhfah Qaishariyah, hal 16 karangannya, ia berkata, “Ayahku memiliki kedudukan dikantor pemerintahan. Dia termasuk orang yang dipercaya pemerintah Inggris. Dia juga pernah membantu pemerintah untuk memberontak penjajah Inggris dengan memberikan bantuan kuda dan pasukan. Namun sesudah itu, keluargaku mengalami krisis dan kemunduran, sehingga menjadi petani yang melarat.”

Kebodohan-kebodohan Mirza Ghulam Ahmad
Ia berkata, “Sesungguhnya saat Rasulullah dilahirkan, beberapa hari kemudian ayahnya meninggal.” (Lihat Baigham Shulh, hal.19 karyanya).

Kata apa yang pantas kita juluki untuk orang yang satu ini, kalau bukan “bodoh” ? Padahal yang benar adalah bahwa ayah Rasulullah meninggal ketika beliau berada dalam kandungan ibunya.

Kebodohan lainnya nampak jelas dalam kitabnya Ainul Ma’rifah hal.286, ia berkata, “Rasulullah memiliki sebelas anak dan semuanya meninggal.”

Padahal, yang benar adalah bahwa beliau (Rasulullah) hanya memiliki 6 orang anak.

Bagaimana mungkin orang seperti Mirza Ghulam Ahmad ini mengaku Al-Masih ?
Kebejatan Mirza Ghulam Ahmad
Orang yang diagung-agungkan oleh pengikutnya ini memiliki banyak kebejatan yang tak layak dimiliki oleh orang yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasulullah. Ia tidak hanya menghina para ulama, bahkan ia juga menghina Para Rasul-rasul Allah.
Banyak dari kalangan ulama pada masanya yang menentang ajaran-ajaran “nyeleh” dedongkot Ahmadiyah ini. Bukannya membantah dengan bukti-bukti, Mirza Ghulam Ahmad malah menghina dengan mengatakan, “Orang-orang yang menentangku, mereka lebih najis dari Babi.” (Najam Atsim, hal.21 karyanya)
Ia juga pernah mengatakan, “Sesungguhnya Muhammad hanya memiliki tiga ribu mukjizat saja, sedangkan aku memiliki lebih dari satu juta jenis.” (Tadzkirah Syahadatain, hal.72, karyanya)
Tidak puas menghina Rasulullah Muhammad shallallahu’alaihi wasallam, Mirza Ghulam Ahmad juga menghina Nabi Isa dengan mengatakan, “Sesungguhnya Isa tidak mampu mengatakan dirinya sebagai orang sholih, sebab orang-orang mengetahui kalau dia suka minum-minuman keras dan perilakunya tidak baik.” (Hasyiyah Sitt Bahin, hal.172, karyanya).
Masih tidak puas dengan hal tersebut, Mirza Ghulam Ahmad juga mengatakan, “Isa cenderung menyukai para pelacur, karena nenek-neneknya adalah termasuk pelacur.” (Dhamimah Atsim, Hasyiyah, hal. 7, karyanya)
Dan yang sangat mengherankan adalah, pada kesempatan lain ia juga “bersabda” dalam hadits palsunya, “Sesungguhnya celaan, makian bukanlah perangai orang-orang shiddiq (benar). Dan orang-orang yang beriman, bukanlah orang yang suka melaknat.” (Izalatul Auham, hal.66)
Lelucon apa ini ?
Masih dalam rangkaian kebejatan Mirza Ghulam Ahmad
Rupanya orang yang diagung-agungkan dan merupakan dedengkot Ahmadiyah ini, tidak hanya menghina Rasulullah, tetapi ditambahkan lagi dengan menghina para Sahabat Rasulullah seperti Abu Hurairah.
Mirza Ghulam Ahmad mengatakan, “Abu Hurairah adalah orang yang dungu, dia tidak memiliki pemahaman yang lurus.” (I’jaz Ahmadiy, hal.140, karyanya)
Sementara itu, ditempat lain ia mengatakan, “Sesungguhnya ingatanku sangat buruk, aku lupa siapa saja yang sering menemui aku.” (Maktubat Ahmadiyah, hal.21 karyanya)
Kematian Mirza Ghulam Ahmad
Tidak sedikit para ulama yang menentang dan berusaha menasehati Mirza Ghulam Ahmad agar ia bertaubat dan menghentikan dakwah sesatnya itu. Namun, usaha itu tidak juga membuat dedengkot Ahmadiyah ini surut dalam menyebarkan kesesatannya.
Syeikh Tsanaullah, satu diantara sekian banyak ulama yang berusaha keras menentangnya dan menasehatinya. Merasa terganggu dengan usaha Syeikh Tsanaullah tersebut, Mirza Ghulam Ahmad mengirimkan sebuah surat kepada Syeikh Tsanaullah yang berisi tentang keyakinan hatinya bahwa ia adalah seorang nabi, bukan pendusta, bukan pula dajjal sebagaimana julukan yang diarahkan kepadanya oleh para ulama. Ia juga mengatakan bahwa sesungguhnya yang mendustakan kenabiannya itulah pendusta yang sesungguhnya.
Diakhir suratnya itu, ia berdo’a dengan mengatakan, “Wahai Allah yang maha mengetahui rahasia-rahasia yang tersimpan dalam hati. Jika aku seorang pendusta, pelaku kerusakan dalam pandangan-Mu, suka membuat kedustaan atas Nama-Mu pada siang dan malam hari, maka binasakanlah aku saat Tsanaullah masih hidup, dan berilah kegembiraan kepada para pengikutnya dengan sebab kematianku.
Wahai Allah, jika aku benar sedangkan Tsanaullah berada diatas kebathilan, pendusta pada tuduhan yang diarahkan kepadaku, maka binasakanlah dia dengan penyakit ganas, seperti tho’un, kolera atau penyakit lainnya, saat aku masih hidup. Amin”