n Bekas KNIL
Penulisan sejarah mengenai pergolakan Abdul Qahhar Mudzakkar telah mengantarkan beberapa anak manusia untuk menjadikan dirinya sebagai pakar atau ahli, diantaranya pakar ilmu sejarah, pakar ilmu politik, antropologi, psychology, ahli strategi perang/kemiliteran atau lainnya. Tetapi juga tidak jarang orang menulis sejarahnya dengan cara memutar balik dan memanipulasi, sekedar untuk memenuhi selera atau pesan sponsor dari penulisnya. Mereka menulis sejarah Abdul Qahhar Mudzakkar hanya dengan tujuan untuk membingunkan orang-orang Indonesia yang mempunyai pemikiran yang sama dengannya, khususnya membingungkan umat Islam. Tujuan penulisan mereka adalah untuk mengelabui orang-orang yang pada masa itu tidak mengerti peristiwa sebenarnya, akan tetapi berusaha mengikuti jejak langkah perjuangan Abdul Qahhar Mudzakkar dkk.
Kisah Abdul Qahhar merupakan bahan
thesis, disertasi maupun rujukan untuk membuat suatu tulisan. Akan
tetapi terhadap peristiwa pergolakan dan pemikirannya, tidak seorangpun
diantara cendikiawan sekuler, yang berkeinginan menggali sejarah
perjuangannya secara utuh dan jujur. Tidak satupun diantara mereka yang
berusaha mencoba melihat dari sisi lain, bahwa Abdul Qahhar Mudzakkar
adalah korban kelicikan, ketidak adilan serta korban dari akal busuk dan
pengkhianatan kaki tangan kolonial Belanda.
Barangkali
wajar jika sampai terjadi, penulisan sejarah mengenai perjuangan Abdul
Qahhar dalam revolusi kemerdekaan Indonesia dimanipulasikan. Karena pada
masa sejarah kehidupan Abdul Qahhar, ada juga seorang jenderal yang
sangat berkuasa sempat mengeluh mengenai penulisan sejarah perjuangan
yang tidak benar: “ Kolonel Supolo, kepala Humas MPRS menguraikan
debatnya dengan kolonel Drs. Nugroho pada waktu melengkapi museum ABRI,
dimana peran saya tidak ikut digambarkan. Bahkan dalam hal peran di MPRS
selaku ketuanya tidak dihadirkan, walaupun ke-empat wakil ketuanya
ditampilkan. Katanya kepala pusat sejarah ABRI ini, berterus terang
bahwa ia terpaksa berbuat demikian “atas perintah”. (lihat di Nasution, Memenuhi panggilan tugas, jilid 8 )
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945, dalam menyusun kabinet pemerintahan R.I pertama, negara belum
memiliki kelengkapan tentara. Pembentukan kesatuan pertahanan bersenjata
bermula dari BKR (Badan Keamanan Rakyat) kemudian berubah menjadi TKR
(Tentara Keamanan Rakyat), kemudian menjadi TRI (Tentara Republik
Indonesia), setelah itu menjadi Angkatan Perang Republik
Indonesia/Serikat (APRI/S) dan pada akhirnya berkembang menjadi Tentara
Nasional Indonesia (TNI).
Dalam situasi kesatuan angkatan perang
republik secara resmi belum berdiri, situasi ini merupakan suatu
kesempatan yang baik bagi bekas serdadu-serdadu( Het Koninklijk Nederland Indische Leger)
yaitu organisasi kesatuan serdadu kerajaan Belanda untuk memanfaatkan.
Apalagi dengan KMB yang diakhiri oleh istilah penyerahan kedaulatan,
para bekas KNIL dapat secara aman meng”infiltrasi secara resmi” kedalam
tubuh kesatuan tentara republik Indonesia. Barangkali menurut anggapan
para bekas KNIL, TNI lebih cenderung merupakan singkatan dari Tentara
Nederland Indonesia, oleh karena itu wadah tentara nasional harus lebi
mengutamakan kepentingan bekas serdadu-serdadu kolonial Belanda Het
KNIL.
Situasi Indonesia yang baru saja merdeka,
yang juga diidukung oleh hasil dari keputusan Konferensi Meja Bundar
(KMB), pada akirnya berasil mengumpulkan pejuang dan pengkhianat bangsa
untuk bersama-sama berada dalam satu wadah. Kebersamaan mereka itu tidak
hanya saja didalam pemerintahan sipil saja, akan tetapi juga terutama
terjadi dalam instansi yang sangat penting yaitu pada angkatan
bersenjata.
Pusat kesatuan tentara Indonesia pada
waktu itu membawahi lima devisi, diantaranya teritorial Jawa Barat –
divisi Siliwangi komandannya A.H Nasution, teritorial Jawa Tengah –
divisi Diponegoro komandannya Gatot Subroto, teritorial Jawa Timur –
divisi Brawijaya komandannya Sungkono dan dua teritorial lainnya di
Sumatera komandannya adalah Simbolon dan Kawilarang. Dengan membaca
nama-nama komandan divisi tersebut, secara jelas dapat diketahui bahwa
wadah tentara nasional pada waktu itu telah di dominasi oleh
perwira-perwira berlatar belakang pendidikan akademi militer (yang
didirikan oleh penjajah Belanda). Sedangkan kekuatan pertahanan untuk
wilayah Indonesia bagian timur; dikoordinir oleh Kesatuan Gerilyawan
Seberang (KGS) yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Abdul Qahhar Mudzakkar.
Wilayah kekuatan pertahanan dan penyerangan KGS meliputi Kalimantan,
Bali, Kepulauan Nusatenggara, Sulawesi dan Kepulauan Maluku.
Setelah Jenderal Sudirman, Panglima Besar
Angkatan Perang Republik Indonesia pergi selama-lamanya, bekas
serdadu-serdadu penjajah Belanda yang pada awalnya telah menggeser dan
melumpuhkan komandan-komandan Laskar di Jawa Barat ( pada umumnya
berlatar belakang Kiai/Ulama), selanjutnya berhasil merebut posisi yang
sangat menentukan di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD). Bekas KNIL di
MBAD itu, kemudian merasa bebas menggeser para patriot pejuang
kemerdekaan. Dan tampil sebagai orang yang paling berjasa dalam dunia
kemiliteran di Indonesia.
Let.Kol.
Abdul Qahhar, seorang yang pada masa revolusi kemerdekaan bertugas
langsung dibawah komando Panglima Besar Jenderal Sudirman, serta tidak
melalui pendidikan militer penjajah Belanda. Pada akhirnya, setelah
Indonesia mendapat kedaulatan hadiah Belanda (KMB), ia kemudian menjadi
korban dari penghianat-penghianat bangsa yang berkumpul dalam wadah
tentara nasional. Awalnya ia ditekan karena MBAD telah dikuasai dan
didominasi bekas KNIL, “sebagai seorang perwira dari Angkatan Perang
tidak dipercayai oleh pimpinan Angkatan Perang sehingga menjadi perwira
“nganggur” dan perwira tidak mempunyai “tanggung jawab” (- salinan surat Abdul Qahhar Mudzakkar)
Konferensi Meja Bundar (KMB)
Sesuai dengan keputusan KMB pada tanggal
27 Desember 1949, pemerintahan Belanda menyerahkan kedaulatan kepada
bangsa Indonesia. Sebagai akibatnya negara Indonesia yang pada awalnya
sesuai dengan UUD 1945 sebagai negara kesatuan, telah berakhir dan
berubah menjadi Negara Federal yang bernama Republik Indonesia Serikat
(R.I.S) yang merupakan federasi negara-negara BFO dan RI-Yogyakarta.
Sikap Abdul Qahhar Mudzakkar terhadap
hasil KMB beliau tulis dalam buku kecil “Konsep Negara demokrasi
Indonesia – Koreksi Pemikiran Politik Pemerintahan Soekarno” halaman 16 :
” ….. tindakan khianat golongan Soekarno menjalankan
politik kompromi, mengadakan perundingan dengan pihak Belanda pada masa
meluas dan memuncaknya semangat perlawanan rakyat diseluruh kepulauan
Indonesia, yang dipatahkan sekaligus dengan perjanjian Linggarjati tahun
1947, Perjanjian Renville tahun 1948, yang pada akhirnya dihancur
leburkan dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949, yang
menghasilkan pemberian kedaulatan hadiah Belanda dengan syarat “tanpa
Irian Barat”, yang mempunyai rentetan akibat-akibat buruk seperti yang
kita lihat sekarang, maka S.M. Kartosoewirjo seorang politicie
berkwalitet tinggi, dan seorang Pemimpin Ulung Islam Revolusioner di
Jawa Barat, bangkit mempelopori golongan Pejuang Islam revolusioner
Indonesia menentang dan memberi perlawanan tegas kepada pemerintahan R.I
Soekarno, serta mengumumkan proklamasi berdirinya Negara Islam
Indonesia pada tarich 12 Syawal 1368 H/ 7 Agustus 1949. Proklamasi S.M
Kartosoewirjo itu diikuti dan didukung oleh golongan Pejuang Islam
Revolusioner di Sulawesi, di Aceh dan di kepulauan Indonesia lainnya,
dari barat sampai timur Indonesia”.
Akibat adanya KMB dengan segala
keputusannya, tidak hanya mempengaruhi pemerintahan sipil saja, tetapi
juga berpengaruh pada permasalahan-permasalahan yang terjadi didalam
masalah pertahanan (tentara) negara. Terpaksa harus diadakan peleburan,
wadah pejuang-pejuang Republik Indonesia bergabung menjadi satu dengan
aparat warisan Belanda KNIL secara mudah tanpa persyaratan dalam
Angkatan Perang Republik Indonesia Sementara (APRIS) atau APRI yang
kemudian pada akhirnya APRI/S berubah menjadi TNI.
Abdul Qahhar Mudzakkar termasuk kelompok
yang tidak setuju dengan KMB bersama-sama Jenderal Soedirman. Ia tidak
menyetujui berlanjutny dominasi ekonomi penjajah; karena itu ketika
diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB), ia memerintahkan kepada anggota
pasukannya untuk bergerak sebagai protes ketidak setujuan mereka.
Peristiwa tersebut yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Masamba Affair,
yaitu suatu peristiwa yang telah membuktikan kepada dunia bawah wilayah
Indonesia bagian Timur tidak sebagaimana menurut keterangan Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar